#PILKADAHUMBAHAS
Mengamati Pilkada Humbahas Di Tangga MK “Pilkada Ulang”
Saya sengaja tak banyak komentar sebelum Pilkada Humbang Hasudutan (Humbahas) selesai. Sebab, saya bukan pendukung salah satu pasangan calon. Sebagai anak Humbahas saya hanya miris mengamati pasca Pilkada Humbahas. Jelas, data pengumuman dari KPU bahwa Dosmar Banjarnahor-Saut Parlindungan Simamora unggul dari empat Paslon rivalnya. “Hanya, jangan dulu berpesta ria.”
Sebab, Pilkada Humbahas sepertinya masih belum selesai, masih ada calon yang tak puas menggugat di Makamah Konsitusi. Jika upaya penyelesaian hukumnya diterima maka bisa “Pilkada Ulang.” Saya teringat pesan lae saya Maruli Silaban (istrinya boru Lumban Gaol), pernah berkomentar ini di facebook saya. "Sungguh mengecewakan jika Pilkada Humbang Hasundutan lae, dilaksanakan dengan cacat kukum. Rakyat, kaum intelektual dan elit partai di Humbahas permisif, tidak peduli dan tidak mau tau dengan adanya Paslon yang cacat hukum.”
Dia menambahkan, “Kok bisa ada Paslon yang tak jelas partai pendukungnya. Tiga Paslon yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan dukungan partai seperti Paslon Dosmar-Saut menggarap banyak Partai yang punya kursi di DPRD Humbang, Paslon Marganti Manullang-Ramses Purba dan Paslon Rimso Sinaga-Derincen Hasugian berjuang kumpulkan ribuan fotokopi KTP…” Bagi Maruli, “KPUD Humbahas menjadi pemecah rekor yang paling brutal dan korup dalam catatan sejarah Pilkada di Indonesia. Luar biasa keberanian KPUD Humbahas melawan dan menabrak ketentuan yang berlaku. Khusus di Humbahas tak perlu ada Peraturan, tak ada artinya ketentuan Penyelenggaraan Pilkada.”
“Sungguh KPUD Humbahas raja olah. Perlu ditelusuri kekayaan dan harta para Komisioner KPUD Humbahas dan Panwaslih Humbahas,” katanya. Apakah yang mendasari KPUD Humbang dan Panwaslih (Penyelenggara Pilkada tahun 2015) sehingga nekad dan berani melanggar UU Nomor 8 Tahun 2015 dan PKPU Nomor 9/2015 jo PKPU Nomor 12/2015? Jauh sebelum Pilkada Humbahas, lae Maruli sudah juga mendorong untuk diajukan gugatan Kelompok Masyarakat. Tetapi lagi-lagi tak peduli, tak ada masyarakat Humbahas di sana yang peduli.
Sebenarnya, sebelum Pilkada Humbahas lalu, bisa diajukan untuk uji ke PKP nomor akhirnya. Karena sejak dulu sudah cacat hukum. Maka, siapapun yang menang di Pilkada Humbahas tetap menjadi masalah. Memang, inilah kenyataan yang terjadi. Tak murni lagi demokrasi mencari pemimpin daerah. Sudah ada unsur unsur ego. Unsur konflik antar Paslon. Dan intrik-intik dan kongkalikong. Permainan uang dan kekuasaan.
Belum lagi pertengkaran antara mantan bupati dan mantan wakil bupati yang ikut dalam Paslon, sementara mantan bupati malah mendukung Paslon lain, bukan mantan wakil. Hal ini juga turut memperkeruh suasana yang terjadi di Humbahas. Belum lagi semua Paslon yang disinyalir bermain politik uang. Lalu, pasangan yang disinyalir independen pun diprediksi memberikan fotocopy yang mendaftar double, alias rangkap dua.
Konon katanya, Binsaren Lumban Batu yang sebelumnya didorong punguan Naipospos dan punguan Marbun Se-Jabodetabek untuk mencalonkan diri menjadi bacal calon bupati Humbas, juga sakit hati karena dihianati para sesepuh punguan marga, menggundurkan diri meliaht kotornya permainan politik di Humbahas. Lalu memberi fotocopy KTP yang sebelumnya sempat dikumpulkan timnya sekitar 7000 fotocoy KTP. Oleh dua Paslon independen menerima fotocoy itu.
Ada asumsi fotocoy KTP persyaratan dari Paslon Independen 7000 double. Lucunya, itupun, oleh pihak KPU tak melakukan cek dan ricek sebagaimana diamanatkan Undang-Undang. Belum lagi yang terakhir, ada dua Paslon dari satu partai bisa sama-sama maju. Padahal, UU juga mengatakan, pasangan calon bisa didukung menimal satu Partai dan calon independen. Malah disarankan didukung multi partai. Bukan satu partai mendukung dua calon! Calon Nomor 4: Palbet Siboro-Henri Sihombing dan pasangan calon nomor 5: Harry Marbun-Momento Sihombing sama-sama dari Partai Golkar.
Permasalahan itu bermula dari buah konflik internal di DPP Partai Golkar, yakni adanya kubu Aburizal Bakrie yang biasa disebut ARB hasil Munas Bali dan kubu Agung Laksono hasil Munas Ancol. Disinilah memang kelihaian Golkar bermain politik. Ditemani, tetapi menjadi masalah. Dilawan juga membawa onar. Jadi simalakama. Dan inilah ditenggarai menjadi pintu masuk untuk para Paslon yang tak puas untuk mengajukan sengketa Pilkada Humbahas ke Mahkamah Konsitusi.
Memang, sebelumnya kedua Paslon dari Golkar sudah dibatalkan. Tetapi, masing-masing menunjukkan mereka yang sah mewakili Golkar. Sesuai haknya masing-masing menggugat, satu di DKPP dan di Pengadilan Tata Usaha Medan. Keduanya mendapat pengesahan. Lucunya, kemudian KPU menerima kedua Paslon tersebut.
Informasi terakhir, pasangan Calon urut 1 Marganti Simanullang dan Ramses Purba yang tak terima kekalahan telah mengajukan permohonan sengketa perselisihan hasil Pilkada Humbang Hasundutan tanggal 21 Desember 2015 ke Mahkamah Konsitusi. Dan telah mendapat nomor registrasi 70/PHP.BUP XIV/016, tertanggal 4 Januari 2016, menggugat KPU Humbahas karena menyelenggarakan Pilkada yang cacat, alias tak legal.
Artinya, bahwa permohonan mereka diterima Mahkamah Konsitusi. Berarti sengketa Pilkada Humbahas akan segera disidangkan. Melihat cerita diatas semuanya, dari asumsi bisa kita prediksi bahwa Pilkada Humbahas bisa Pilkada Ulang. Tetapi, bisa saja terjadi kalau misalnya hakim konsitusi mengatakan, misalnya, jam tangan disebutnya hanyalah besi. Maka itu menjadi besi. Sebab keputusan Mahkamah Konsitusi mengikat. Tetapi, pertanyaannya, apakah hakim Mahkamah Konsitusi mau melakukan hal itu lagi?
Saya kira akan memutus lewat logika hukum. Pilkada yang cacat hukum berarti akan dilakukan Pilkada ulang. Saya kira MK juga bukan karena otoritasnya, tidak mengakui jam tangan sebagai jam tangan? Catat hukum sebagai cacat hukum. Inilah kenyataan di Humbahas, siap menang tetap tak siap kalah. Jika bicara hukum Pilkada Humbahas cacat hukum. Tetapi, jika bicara “kasih” hal ini bisa dibicarakan dengan saling merangkul, bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa perlu ke Mahkamah Konsitusi.
Sebagai putra Humbang Hasundutan, saya merasa miris mendapati perkembangan Pilkada Humbahas yang demikian menyedihkan. Nasi sudah menjadi bubur, apa hendak dikata lagi! Harapan saya sebagai putra Humbahas, semoga tak makin gaduh. Maka kalau pun terjadi Pilkada Ulang harus diterima secara lapang dada.
Mari hilangkan sifat "dang di ho, dang di au, tumagon di begu."Mari kita merubah menjadi pola pikir rendah hati.” Saling menghormati, menihilkan egosentris yang seringkali membuat orang lain membeci kita. Semoga bermanfaat. Horas!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI