Jumat, 20 Oktober 2023 akan menandai 4 tahun Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia periode kedua dan sembilan tahun sejak 2014. Kesuksesan Jokowi dalam dua kali Pilpres karena didukung sebagai PDIP sebagai pengusung utama. Sabtu, 23 September 2023, anak bungsu dan putra kedua Jokowi, Kaesang Pangarep dengan senyum mengembang menerima kartu keanggotaan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dari Giring Ganesha, Ketua Umum PSI.
Kedua peristiwa ini menandai dinamika politik domestik menjelang Pilpres 2024. Banyak kalangan yang bertanya-tanya, mengapa Jokowi membiarkan putranya memiliki pilihan politik yang berbeda? Lalu mengapa PDIP tidak memberikan sanksi kepada keluarga Jokowi sebagai dampak bergabungnya Kaesang ke PSI?
PSI yang dibentuk sejak November 2014 itu merupakan partai nonparlemen karena tidak memiliki perwakilan di DPR pusat karena tidak memnuhi ambang batas parlemen saat berlaga pada Pemilu 2019. Partai yang ditengarai memiliki relasi dengan lembaga think thank ini cuma memiliki 13 anggota DPRD di tingkat provinsi dan 60 anggota DPRD di tingkat kabupaten/kota.Â
Mengapa Jokowi merestui Kaesang bergabung dengan parpol selain PDIP? Padahal Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution masing-masing sukses di Pilwakot Solo dan Medan setelah masuk menjadi "anggota istimewa" PDIP dan berkat dukungan utama Partai Banteng? Dan hei, bukankah Jokowi terpilih dua kali menjadi presiden karena statusnya sebagai "petugas partai", direstui Megawati dan didukung PDIP? Apa yang sebenarnya terjadi antara Jokowi, Megawati, dan PDIP?Â
Pada 20 Oktober 2024 Jokowi akan mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden RI, Hari-hari berikutnya Jokowi akan menjadi warga negara biasa. Jokowi sebagai warga negara biasa dan "petugas partai" akan menghadapi dua realitis politik sesungguhnya, Pertama, dia bukan pemilik partai atau petinggi partai besar yang saran-sarannya didengar oleh presiden terpilih di Pilpres 2024.
Realitas politik kedua, Jokowi tak bisa menjadi bagian dari Dinasti Politik Soekarno karena bukan keturunan biologis Bung Karno. Dinasti Soekarno adalah dinasti politik pertama dan tersukses di Indonesia. Soekarno menjadi pendiri Dinasti Politik pertama di Indonesia karena dia pendiri (founding father) republik ini dan presiden pertama.
Dinasti Soekarno juga dinasti politik yang sukses karena keluarga atau trah Soekarno sukses mengantarkan ayah dan putrinya, yakni Soekarno sebagai presiden RI yang pertama dan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden RI yang ke-5 (2001-2004) dan satu-satunya presiden wanita hingga saat ini.
Ambisi Megawati terpilih kembali sebagai Presiden pada 2004 gagal karena dua hal. Pertama perubahan pemilihan presiden dari voting melalui Sidang Umum MPR menjadi pemilihan langsung oleh rakyat. Kedua, karena menghadapi Susilo Bambang Yudhoyono, capres perwira tinggi TNI yang dianggap pemilih perempuan sosok yang tampan dan bertubuh tegap/tinggi. Upaya Megawati berikutnya di pilpres juga tak berhasil karena menghadapi petahana dan lawan yang sama. Â
Setelah gagal di dua pemilu, Megawati beralih peran sebagai king maker dengan mendukung kandidat populer dari partainya sendiri, Jokowi pada Pilpres 2014. Pengalaman Jokowi dua kali menjabat walikoto Solo dan sekali sebagai gubernur DKI Jakarta menjadi modal yang cukup untuk bertarung di tingkat nasional.
Pilihan Megawati dan PDIP pada Jokowi terbukti sangat baik karena dua kali terpilih dan mengalahkan lawan yang sama, Prabowo Subianto, perwira tinggi militer seniornya SBY di Akademi Militer Magelang. Andaikan Megawati memaksakan kehendaknya melawan Prabowo di Pilpres 2014, boleh jadi PDIP puasa kekuasaan selama 20 tahun. Â
Setahun sebelum Jokowi lengser sebagai presiden, publik melihat hubungan yang renggang antara Megawati dan PDIP dengan Jokowi. Saat memperingati ulang tahun emas atau 50 tahun PDIP Januari 2023 silam, Megawati dalam pidatonya, mengatakan kepada hadirin sambil menunjuk Presiden yang duduk di barisan depan, "Jokowi yang malang tidak akan pernah bisa sampai di sana (duduk di kursi kepresidenan) tanpa PDI-P!"
Entah bagaimana perasaan Jokowi saat mendengar celotehan Megawati itu? Sebel, mengkel, marah? Pernyataan Megawati setengah benar. Separuh kebenaran lainnya yakni tanpa Jokowi, PDIP tidak akan menjadi Pemenang Pileg 2014 dan 2019 serta sukses di Pilpres. Â
Dalam sebuah diskusi pada 2020, ilmuwan politik Jemma Purdey dari Universitas Melbourne mengajukan pertanyaan kepada Associate Professor Marcus Mietzner dari Australian National University: apakah posisi Dinasti Politik Soekarno menjadi lemah dengan keputusan Megawati menunjuk Jokowi sebagai capres?Â
Jawabannya adalah Dinasti Politik Soekarno mampu bertahan dan berkembang selama tiga generasi. Saat ini Megawati tampaknya telah mantap "mewariskan" estafet kepemimpinan PDIP kepada putrinya Puan Maharani, generasi ketiga Soekarno. Megawati menggembleng Puan untuk memiliki pengalaman di lembaga eksekutif dan legislatif: dua kali menjadi anggota DPR (2004 dan 2009), Menko PMK (2014) dan Ketua DPR (2019).Â
Di kepengurusan DPP PDIP periode 2020-2025, Puan juga didapuk menjadi Ketua Bidang Politik. Menjelang Pilpres 2024, Puan ditugaskan mewakili Ketua Umum PDIP Megawati menemui tokoh-tokoh parpol seperti Prabowo Subianto, AHY, dan Surya Paloh. Â Â
Ada dilema yang dihadapi Megawati saat menetapkan Jokowi sebagai capres di 2014, yakni popularitas dan elektabilitas Jokowi melampaui dirinya. Hal yang sama juga dialami Megawati ketika menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capres pilihan PDIP untuk Pilpres 2024. Elektabilitas Puan Maharani dalam berbagai survei berada di angka 1%. Â
Selain itu, survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan PDIP tidak akan mendapat keuntungan elektabilitas jika Puan Maharani diusung menjadi capres di Pilpres 2024. Dengan kata lain, Puan Maharani tidak memberikan pengaruh positif kepada PDIP di pemilihan legislatif. "Mbak Puan tidak meningkatkan elektabilitas PDIP kalau dia dicalonkan," kata pendiri SMRC, Saiful Mujani, akhir September 2022.
Pertanyaan selanjutnya apakah restu Jokowi kepada Kaesang untuk memiliki pilihan politik yang berbeda seolah-olah ingin menyatakan selamat berpisah kepada PDIP dan Megawati pada kontestasi politik nasional di masa depan? Lalu ketika Jokowi mengizinkan Gibran dan Bobby Nasution terjun ke politik praktis melalui pilkada, apakah Jokowi ingin menciptakan dinasti politiknya sendiri untuk menyaingi Dinasti Soekarno?
Menurut pendapat penulis, ada tiga alasan Jokowi memberikan restu kepada Kaesang untuk bergabung ke PSI. Alasan pertama, jika Jokowi memang ingin membangun Dinasti Politik yang berbeda dengan Dinasti Politik Soekarno, jalan satu-satunya adalah mengizinkan salah satu anaknya bergabung dengan parpol yang lain. Dinasti Politik Soekarno pasca Puan Maharani sebagai generasi ketiga kemungkinan akan dilanjutkan ke generasi keempat, yakni anak dan keponakan Puan. Jadi, tertutup kemungkinan bagi Jokowi dan anak-anaknya menjadi bagian  Dinasti Soekarno.
Alasan kedua, dalam kalkulasi politik Jokowi, partai-partai besar seperti Golkar, Demokrat, PDIP, dan Gerindra yang dianggap "partainya orang jompo" tidak menarik bagi para pemilih generasi milineal dan generasi Z yang jumlahnya mencapai 106 juta atau 53% dari total 204,8 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024. Alasannya pimpinan ketiga partai ini adalah orang lanjut usia berusia lebih dari 70 tahun. Megawati, 76 tahun, sudah lebih dari dekade menjadi Ketua Umum PDIP, sedangkan Gerindra baru merayakan ultah 15 tahun pada Februari 2023 tapi Ketua Umumnya Prabowo Subianto berumur 72 tahun tahun depan.
Ketua Umum Demokrat memang AHY, 45 tahun, tapi pemimpin de facto sesungguhnya adalah SBY yang berusia 74 tahun, dua tahun lebih tua dari Prabowo. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, 60 tahun, lebih muda dua tahun dari usia partainya yang didirikan pada 1964. Namun hampir tak ada tokoh muda di Golkar yang diprediksi bisa menggantikan Airlangga. Sederhananya tak satu parpol yang berkompetisi pada Pileg 2024 nanti yang ketua umunnya di bawah 60 tahun kecuali PSI. Â Â Â
Konflik internal dan berkurangnya jumlah kursi di DPR dalam dua pileg terakhir (2014 dan 2019) menjadi masalah serius bagi Golkar. Sedangkan kasus korupsi massal di jajaran pengurus pusat membuat Demokrat yang pernah meraih 148 kursi DPR di Pileg 2009, babak belur lima tahun berikutnya karena kehilangan 87 kursi dan menyisakan 54 kursi di Pileg 2019. Tren penurunan kursi Golkar dan Demokrat ini menjadi peluang bagi partai nonparlemen seperti PSI dan Perindo untuk mengambil alih ceruk pemilih yang bosan dengan partai DLDL ("dia lagi dia lagi"). Â Â
Alasan ketiga, Jokowi tak perlu repot-repot membentuk partai baru untuk memulai keberlangsungan sebuah dinasti politik. Sebagai pengusaha mebel, kekayaan Jokowi tak akan mampu menandingi Prabowo dan Surya Paloh untuk mendirikan parpol baru yang menurut ketentuan KPU harus memiliki kepengurusan di dua per tiga dari total 38 provinsi dan dua per tiga dari total 416 kabupaten/98kota. Pilihan yang bijak adalah "menitipkan" Kaesang kepada parpol baru yang relatif belum dikenal publik secara nasional, namun berpotensi menjadi parpol menengah di parlemen.Â
Sementara PSI didirikan oleh sejumlah anak muda dari kalangan profesional di industri penyiaran dan tokoh pemuda Muhammadiyah. Ketua Dewan Pembina PSI Jeffrie Geovani yang pernah menjadi cagub Sumatera Barat diduga memiliki hubungan pertemanan yang dekat dengan dua bersaudara Jusuf Wanandi, eksaktivis mahasiswa di era Orde Lama dan Sofjan Wanandi, pendiri CSIS. Keduanya juga dikenal sebagai pengusaha nasional. Â Â
Lantas apa yang diharapkan PSI dengan bergabungnya Kaesang? Untuk jangka pendek, popularitas Kaesang akan dimanfaatkan Giring dkk. untuk mendongkrak perolehan suara nasional PSI dari 2,6 juta (1,89%) di Pileg 2019 menjadi 4% atau memenuhi ambang batas parlemen di Pileg 2024. Harapannya PSI akan memiliki wakil di DPR Pusat.Â
Jika PSI bisa tembus ke Senayan atau DPR Pusat, sebagai balasannya PSI akan menjadi partai pendukung Kaesang untuk berlaga di Pilwakot Depok atau Solo. Sebagai partai yang baru dua kali ikut Pileg, wakil PSI di DPRD Depok dan DPRD Solo sangat minim, hanya 1 kursi.Â
Untuk mengusung Kaesang sebagai calon walikota, PSI harus membentuk koalisi dengan parpol-parpol lainnya. Jika PKS mendominasi kursi (12) di DPRD Depok, sedangkan PDIP menguasai 30 kursi di DPRD Solo, PSI harus mampu membujuk fraksi Gerindra-Golkar-PAN baik di Depok atau Solo untuk mengusung Kaesang. Â Â Â
Bila Kaesang sukses di pilkada Depok sementara Gibran Rakabuming menjadi Gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah dan Bobby Nasution berhasil terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara, ini artinya Jokowi memiliki tiga penerus sebagai kepala daerah. Apakah poros Gibran-Bobby-Kaesang menjadi indikasi kuat terciptanya dinasti politik Jokowi? Kiprah keluarga Jokowi itu sebagai sebuah Dinasti Politik yang baru akan teruji oleh berjalannya waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H