Mohon tunggu...
Hotma Siregar
Hotma Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Staf Tim Digital di salah satu penerbitan nasional

Saya tertarik mengamati isu-isu politik & ekoomi global serta mengikuti dinamika politik nasional. Saya juga memantau strategi ciamik klub-klub papan tengah di Liga Primer Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kaesang Pangarep Gabung PSI, Kiprah Dinasti Politik Jokowi Diuji

25 September 2023   06:38 Diperbarui: 27 September 2023   17:15 1578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaesang Pangarep dideklarasikan jadi Ketua Umum PSI, Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).(KOMPAS.com/Regi Pratasyah Vasudewa)

Setahun sebelum Jokowi lengser sebagai presiden, publik melihat hubungan yang renggang antara Megawati dan PDIP dengan Jokowi. Saat memperingati ulang tahun emas atau 50 tahun PDIP Januari 2023 silam, Megawati dalam pidatonya, mengatakan kepada hadirin sambil menunjuk Presiden yang duduk di barisan depan, "Jokowi yang malang tidak akan pernah bisa sampai di sana (duduk di kursi kepresidenan) tanpa PDI-P!"

Entah bagaimana perasaan Jokowi saat mendengar celotehan Megawati itu? Sebel, mengkel, marah? Pernyataan Megawati setengah benar. Separuh kebenaran lainnya yakni tanpa Jokowi, PDIP tidak akan menjadi Pemenang Pileg 2014 dan 2019 serta sukses di Pilpres.  

Dalam sebuah diskusi pada 2020, ilmuwan politik Jemma Purdey dari Universitas Melbourne mengajukan pertanyaan kepada Associate Professor Marcus Mietzner dari Australian National University: apakah posisi Dinasti Politik Soekarno menjadi lemah dengan keputusan Megawati menunjuk Jokowi sebagai capres? 

Jawabannya adalah Dinasti Politik Soekarno mampu bertahan dan berkembang selama tiga generasi. Saat ini Megawati tampaknya telah mantap "mewariskan" estafet kepemimpinan PDIP kepada putrinya Puan Maharani, generasi ketiga Soekarno. Megawati menggembleng Puan untuk memiliki pengalaman di lembaga eksekutif dan legislatif: dua kali menjadi anggota DPR (2004 dan 2009), Menko PMK (2014) dan Ketua DPR (2019). 

Di kepengurusan DPP PDIP periode 2020-2025, Puan juga didapuk menjadi Ketua Bidang Politik. Menjelang Pilpres 2024, Puan ditugaskan mewakili Ketua Umum PDIP Megawati menemui tokoh-tokoh parpol seperti Prabowo Subianto, AHY, dan Surya Paloh.    

Ada dilema yang dihadapi Megawati saat menetapkan Jokowi sebagai capres di 2014, yakni popularitas dan elektabilitas Jokowi melampaui dirinya. Hal yang sama juga dialami Megawati ketika menetapkan Ganjar Pranowo sebagai capres pilihan PDIP untuk Pilpres 2024. Elektabilitas Puan Maharani dalam berbagai survei berada di angka 1%.  

Selain itu, survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan PDIP tidak akan mendapat keuntungan elektabilitas jika Puan Maharani diusung menjadi capres di Pilpres 2024. Dengan kata lain, Puan Maharani tidak memberikan pengaruh positif kepada PDIP di pemilihan legislatif. "Mbak Puan tidak meningkatkan elektabilitas PDIP kalau dia dicalonkan," kata pendiri SMRC, Saiful Mujani, akhir September 2022.

Pertanyaan selanjutnya apakah restu Jokowi kepada Kaesang untuk memiliki pilihan politik yang berbeda seolah-olah ingin menyatakan selamat berpisah kepada PDIP dan Megawati pada kontestasi politik nasional di masa depan? Lalu ketika Jokowi mengizinkan Gibran dan Bobby Nasution terjun ke politik praktis melalui pilkada, apakah Jokowi ingin menciptakan dinasti politiknya sendiri untuk menyaingi Dinasti Soekarno?

Menurut pendapat penulis, ada tiga alasan Jokowi memberikan restu kepada Kaesang untuk bergabung ke PSI. Alasan pertama, jika Jokowi memang ingin membangun Dinasti Politik yang berbeda dengan Dinasti Politik Soekarno, jalan satu-satunya adalah mengizinkan salah satu anaknya bergabung dengan parpol yang lain. Dinasti Politik Soekarno pasca Puan Maharani sebagai generasi ketiga kemungkinan akan dilanjutkan ke generasi keempat, yakni anak dan keponakan Puan. Jadi, tertutup kemungkinan bagi Jokowi dan anak-anaknya menjadi bagian  Dinasti Soekarno.

Alasan kedua, dalam kalkulasi politik Jokowi, partai-partai besar seperti Golkar, Demokrat, PDIP, dan Gerindra yang dianggap "partainya orang jompo" tidak menarik bagi para pemilih generasi milineal dan generasi Z yang jumlahnya mencapai 106 juta atau 53% dari total 204,8 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024. Alasannya pimpinan ketiga partai ini adalah orang lanjut usia berusia lebih dari 70 tahun. Megawati, 76 tahun, sudah lebih dari dekade menjadi Ketua Umum PDIP, sedangkan Gerindra baru merayakan ultah 15 tahun pada Februari 2023 tapi Ketua Umumnya Prabowo Subianto berumur 72 tahun tahun depan.

Ketua Umum Demokrat memang AHY, 45 tahun, tapi pemimpin de facto sesungguhnya adalah SBY yang berusia 74 tahun, dua tahun lebih tua dari Prabowo. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, 60 tahun, lebih muda dua tahun dari usia partainya yang didirikan pada 1964. Namun hampir tak ada tokoh muda di Golkar yang diprediksi bisa menggantikan Airlangga. Sederhananya tak satu parpol yang berkompetisi pada Pileg 2024 nanti yang ketua umunnya di bawah 60 tahun kecuali PSI.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun