Mohon tunggu...
hotdiana nababan nababan
hotdiana nababan nababan Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang ingin berbagi

Berbagi Hidup Lewat Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemanfaatan Cerpen Digital untuk Menemukan Nilai-nilai Cerpen

6 Juli 2021   15:51 Diperbarui: 6 Juli 2021   16:58 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cerita pendek adalah prosa fiktif. Cerita ini disebut pendek karena fisik dan isinya cukup singkat. Panjang cerita hanya berkisar 3-10 halaman atau kurang lebih 10.000 kata dan juga langsung selesai dibaca sekali duduk. Dari segi isi juga ceritanya hanya memiliki satu alur dengan penokohan yang dilukiskan secara singkat.

Cerita pendek juga tidak terlepas dari kehadiran nilai-nilai tertentu di balik kisah yang mungkin mengharukan, meninabobokan, mencemaskan, dan yang lainnya itu. Sebuah cerpen sering kali mengandung hikmah atau nilai yang bisa kita petik di balik perilaku tokoh ataupun di antara kejadian-kejadiannya. Hal ini karena cerpen tidak lepas dari nilai-nilai agama, budaya, sosial, ataupun moral.

Materi cerpen dipelajari di kelas XI SMK dengan kompetensi mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang dibaca. Kompetensi dasar ini memiliki dua indikator yaitu : memahami informasi tentang nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek dan menemukan nilai-nilai kehidupan dalam cerita pendek.

Memaknai atau menggali nilai-nilai tersebut kadang-kadang tidak mudah. Kita perlu meresapi bagian demi bagian ceritanya secara lebih intensif, tidak sekadar menikmatinya sebagai sarana penghibur diri.  Siswa dapat meresapi nilai-nilai tersebut jika mereka menikmati cerpen tersebut. Siswa dapat menikmatinya jika cerpen itu ditampilkan secara menarik. 

 Sebuah cerpen dapat dibaca melalui dua sumber yaitu :

1. Cerpen cetak

Cerpen dalam bentuk cetak seperti buku kumpulan cerpen, surat kabar atau majalah. Cerpen yang dimuat dalam sebuah surat kabar, majalah atau buku kumpulan cerpen biasanya diseleksi terlebih dahulu oleh seorang editor, baik dari segi bentuk berupa kelengkapan unsur-unsur pembangun cerita maupun dari segi kebahahasaan yaitu editing penulisannya.  

Sayangnya saat ini seiiring perkembangan percetakan, setiap orang bebas menerbitkan bukunya sendiri tanpa proses editing oleh penerbit. Cukup mengganti ongkos cetaknya saja yang terkadang hanya berkisar dua ratus ribu rupiah saja.

2. Cerpen digital

Cerpen yang menggunakan komputer  dan tersambung dengan internet. Fasilitas ini ditambah lagi dengan fitur multimedia seperti foto, video, grafis, dan audio.

Cerpen digital sering disebut juga cerpen cyber memiliki karakterisktik :

a) isi cerpen ditentukan oleh pengelolanya yang terdiri satu atau dua orang admin. Tugas admin adalah menerima naskah, memasukkan naskah ke setiap kategori, menghapus naskah-naskah lama, menjawab pertanyaan para anggota, membenahi jika ada sistem yang eror atau rusak, dan mengeluarkan pengumuman terkait dengan berbagai hal di dalam situs tersebut.

b) cerpen tidak memiliki proses seleksi sehinga cerpen yang masuk pasti dimuat

c) penulis dan pembaca cerpen cyber merupakan suatu komunitas tertentu. 

Cerpen digital ini dapat berupa cerpen yang dimuat di blog pribadi ataupun blog komunitas seperti cerpen-kompas.id,  cerpen yang dimuat dalam sebuah aplikasi seperti Thumbstory, Wattpad atau teknologi Augmented Reality (AR) dan juga di Youtube.

Sayangnya membaca kini berangsur menjadi hobi yang krusial. Bagaimana tidak, kebiasaan membaca mulai tergeser dengan kebiasaan menonton. Terlebih lagi dengan anak SMK yang dominan dengan kecerdasan psikomotoriknya. Mereka lebih suka mengeksplorasi kecerdasan audiovisualnya daripada harus berman-main dengan teks sehingga saat diminta untuk membaca teks cerpen mereka ogah-ogahan. Bagaimana mereka akan menikmati sebuah cerpen bila mereka tak berminat untuk membaca. Bagaimana mereka akan menemukan nilai-nilai dalam cerpen bila mereka tak menikmati pembacaan cerpen tersebut.

Berdasarkan kondisi siswa tersebut, penulis mencoba menampilkan cerpen digital yang penulis unduh dari youtube sejak tahun 2012 lalu. Alasan penulis menampilkan cerpen digital tersebut adalah :

  • Pergeseran kecenderungan membaca dengan menonton sehingga penulis mencoba mengolaborasikan membaca dengan menonton cerpen digital.
  • Adanya pengaruh multimedia terhadap kemampuan menyimak siswa.
  • Adanya cara baru dan asyik membaca cerpen seperti di youtube dengan menampilkan teks cerpen yang diikuti gambar dan musik. Musik diatur mengikuti alur cerita. Saat cerita menuju klimaks, maka musik pun mengikuti klimaks.
  • Cerpen digital dari youtube bisa diunduh kemudian dipakai di ruang kelas meski tidak terkoneksi dengan internet.
  • Selain banyak cerpen digital di youtube, masih banyak juga tersedia sumber cerpen yang dikembangkan siswa dalam penelitian saat menulis cerpen seperti videoscribe atau Lectora Inpire.

Menyajikan cerpen digital akan membuat siswa menikmati cerpen tersebut. Saat mereka sudah menikmati cerpen tersebut maka mereka akan menikmati nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen tersebut. Kegairahan yang mereka dapat saat menikmati cerpen digital tersebut membuat siswa tertarik untuk menulis cerpen dengan memadukan teks dengan gambar dan musik lewat Viva Video atau Kine Master. Selanjutnya ini menjadi media dalam pembelajaran menulis cerpen nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun