Saat ini film telah dianggap sebagai salah satu media populer dalam memberikan hiburan kepada masyarakat. Tidak hanya itu, film juga mampu digunakan untuk menyampaikan suatu pesan secara luas.
Dari sisi penonton, kita pasti berharap untuk memperoleh sesuatu setelah melihat sebuah film. Hal ini yang kemudian memicu industri perfilman untuk berusaha membuat karya yang bisa diterima banyak orang.
Dengan latar belakang tersebut, beberapa film memang diciptakan dengan maksud untuk membawa sebuah pesan tertentu. Tujuan ini juga selaras agar para penontonnya bisa menaruh perhatian pada isu yang diangkat.
Salah satunya adalah film Mulan (2020) yang diproduksi oleh studio film ternama yakni Walt Disney Pictures yang membahas terkait isu feminisme.
Mulan (2020)
Karya audio visual yang disutradarai oleh Niki Caro ini sukses membuat penonton terkesima karena menghadirkan suasana baru dalam serial princess di dunia Disney.
Film live action bertemakan prajurit perempuan Asia yang hidup di zaman kekaisaran China pada abad kelima tersebut telah digambarkan dengan sangat rapi dan memikat.
Liu Yifei yang berperan sebagai Hua Mulan, dikisahkan sebagai seorang remaja perempuan yang memiliki sifat dan karakter tidak biasanya lantaran ia menyukai seni beladiri.
Suatu saat kaisar di wilayahnya membuat dekrit kepada setiap keluarga untuk harus menyerahkan satu orang laki-laki guna bergabung saat peperangan nanti melawan bangsa Hun.
Namun, ayah Mulan bernama Hua Zhou hanyalah satu-satunya laki-laki di keluarganya. Dari sini Mulan berinisiatif untuk menggantikan ayahnya menuju ke medan perang.
Melihat lingkungannya yang hanya memperbolehkan kaum laki-laki untuk bisa ikut berperang, Mulan memutuskan untuk merubah penampilannya menjadi laki-laki serta mengganti nama menjadi Hua Jun.
Singkat cerita identitasnya kemudian terungkap dan ia harus dipulangkan. Akan tetapi kegigihan dan bakat yang ia miliki bisa membuat Mulan kembali berjuang dan bertarung.
Berbalut Unsur Feminisme
Kisah Hua Mulan yang diceritakan dalam film Mulan (2020) ternyata tidak hanya berfokus pada sorotan tokoh utamanya yang bergender perempuan saja, melainkan ada maksud tersendiri.
Jika film tersebut dihubungkan dengan teori feminisme, maka ada beberapa poin yang bisa kita dapati bahwa karakter Mulan sebenarnya ingin melawan budaya patriarki.
Cateridge (2015, h. 23) mengatakan bahwa teori film feminis menyoroti cara-cara di mana bahasa visual dari sinema itu sendiri dapat dianggap sebagai gender, dan sebagai bagian dari sistem patriarki (dominasi laki-laki).
Kajian feminisme dalam film pada akhirnya ingin membawa isu soal representasi perempuan menuju ke ranah yang lebih baik dan lebih diperhatikan.
Di dalam film Mulan (2020), kehadiran Mulan sebagai satu-satunya prajurit perempuan di antara prajurit lainnya sebenarnya telah menunjukkan bahwa perempuan juga bisa ambil bagian.
Hal ini didukung dari pembawaan tokoh Mulan yang digambarkan sangat kuat dan bisa memimpin teman-temannya yang semua bergender laki-laki.
Upaya Menyetarakan Gender
Walaupun di tengah adegan kita bisa melihat ia diusir pulang karena identitasnya terungkap, ada pesan tersirat yang ingin disampaikan kepada penonton kalau ketidaksetaraan gender harus mulai dihilangkan.
Dengan kemunculan film Mulan (2020), diharapkan para penonton tidak sekadar hanya menikmati sebuah hiburan saja tetapi mencerna lebih dari itu.
Ada pandangan yang ingin diselipkan kalau kita jangan menganggap status perempuan berada di bawah laki-laki. Perempuan pun juga bisa menjadi sentral seperti yang ditampiilkan melalui film tersebut.
Stam (2000, h. 172) berpendapat bahwa film feminisme berfokus pada tujuan praktis untuk meningkatkan kesadaran dan menentang citra buruk yang diciptakan media tentang perempuan.
Semoga melalui tokoh Hua Mulan, akan muncul film-film lain yang bisa mengangkat terus konsep soal feminisme sehingga masyarakat makin sadar jika perempuan juga memiliki hak kesetaraan yang sama dengan laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA
Cateridge, J. (2015). Film Studies for Dummies. UK: John Wiley & Sons, Ltd.
Stam, R. (2000). Film Theory: An Introduction. United States of America: Blackwell Publishers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H