Mohon tunggu...
Geraldo Horios
Geraldo Horios Mohon Tunggu... Lainnya - 没有人 v ホセ

menulis saat banyak pikiran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengapa Mayoritas Chindo Kaya dan Mapan?

13 Januari 2023   10:36 Diperbarui: 13 Januari 2023   10:39 5267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kawasan pecinan glodok sc: kompas.com/M Zaenuddin

Jika kita membaca beberapa biografi dari beberapa pengusaha Chindo yang terkenal, mayoritas pasti bercerita "saat mereka migrasi dan hidup miskin/memulai bisnis dari awal, mereka belajar dari paman/kerabat terkait bisnis". Dari cerita tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa mereka sudah bermental kuat dan punya bakat dagang sebagai imigran saat itu. 

Di faktor pertama dibedakan orang yang datang sudah mapan dan orang yang berbakat dagang. Pebisnis yang datang migrasi ke Indonesia termasuk yang datang dari awal karena melihat peluang usaha di Indonesia terlepas dari perang Candu di negaranya. 

Kemudian orang yang berbakat dagang, merupakan orang-orang yang usahanya hancur saat perang atau beruntung bisa naik ke kapal.

Kemampuan Melihat dan Memanfaatkan Peluang 

skalanews.com
skalanews.com

Kemampuan melihat peluang ini sudah ada sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada saat itu, orang Tionghoa dilarang untuk masuk menjadi pegawai pemerintahan. Kabar baiknya, imigran jelih untuk berbisnis di Indonesia. Kemampuan melihat peluang bahkan selalu terjadi disaat era-era peralihan Hindia Belanda dan krisis Indonesia.

Pebisnis berdarah Tionghoa yang eksis dari awal kedatangan dan jelih melihat peluang merupakan generasi pertama Salim, yaitu Sudono Salim. Nama Tionghoa Sudono Salim yaitu Lim Sioe Liong. 

Mengutip dari VOA, saat terjadi konflik antara Belanda dan Indonesia, mayoritas usaha Tionghoa hancur karena perebutan wilayah. Dari sekian banyak usaha yang hancur, Lim Sioe Liong berhasil memanfaatkan peluang dan mengambil keuntungan dengan cara menjual senjata selundupan dan bahan pangan bagi Indonesia. 

Saat terjadi krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998, Keluarga Hartono pemilik Grup Djarum juga dapat melihat dan memanfaatkan peluang ini. Krisis ekonomi membuat 48 bank bangkrut dan Bank BCA milik Sudono Salim salah satunya. Hartono bersaudara mengakuisisi Bank BCA saat pemerintah dan DPR setuju atas divestasi 51 persen saham BCA. Dari 48 bank yang hampir bangkrut, Hartono bersaudara memilih Bank BCA dan mendapatkan BCA dengan harga yang menguntungkan. 

Selain Salim dan Hartono, Martua Sitorus termasuk pebisnis yang mengeksekusi peluang dengan baik. Nama Tionghoa Martua Sitorus adalah Thio Seng Hap. Beliau awalnya berusaha sawit kecil-kecilan dan melihat peluang sawit. Kemudian Martua Sitorus berkerja sama dengan Kuok Khoon Hong mengakusisi 7.000 hektar lahan sawit di Sumatra. Awal kerjasama tersebut merubah hidup Martua Sitorus dengan berdirinya Wilmar Group, produsen minyak goreng sania.

Kemampuan melihat peluang ini bahkan turun ke generasi selanjutnya seperti Anthoni Salim  yang mendirikan Indomaret. Kemudian Martin Hartono pewaris Djarum, mendirikan Towerindo. Martin Hartono juga mendirikan Blibli.com pada 2011. Sedikit telat dari Tokopedia (2009) dan Bukalapak (2010), tetapi memiliki visi yang bagus dengan mengakuisisi tiket.com. 

Mental dan Prinsip Hidup Bertumbuh

kompas.com/ryana aryadita
kompas.com/ryana aryadita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun