Mungkin sejarah berkata bahwa kita berkualitas dan kompeten untuk ditunjuk sebagai best. Untuk sekarang. Ke depan, apakah tulisan kita tetap best kualitasnya?Â
Sementara gelar itu sepanjang hayat. Kita sebagai penerima akan dikenal sebagai best bidang tertentu dan pembaca cenderung tidak ingin kecewa ketika membaca tulisan kita, sekarang, besok, lusa, bulan depan, dan berikutnya.
Kesenangan akan nominal hadiah hanya sementara, di sisi lain, kualitas tulisan seyogianya mengikuti gelar best yang disematkan.Â
Ini masih secara pribadi ya. Kita tahu sendiri, gelar best itu menyandang nama Kompasiana. Ingat, di mana kita beroleh penghargaan? Kompasiana, bukan?
Nama baik Kompasiana harus dijaga. Bahwa benar, yang dibilang best dan best itu, tulisannya memang best di Kompasiana pada masa sebelum pemilihan, ketika dipilih, bahkan (mungkin) setelah dipilih.
Ingatlah, ketika dibawa gelar itu keluar dan melekat pada nama seseorang, nama Kompasiana masih di situ.Â
Berat, Saudara, berat!
Saya pribadi malu jika disebut nomine terbaik fiksi, tetapi cerpen saya jelek. Malu saya. Kalau boleh saya letakkan gelar itu. Biar orang lain yang menyandang. Biar orang lain yang menanggung bebannya.
Karena gelar itu sebuah bentuk kepercayaan.Â
Bukan soal nominal uang sebagai hadiah, bukan! Tetapi, apakah kualitas tulisan kita memang sudah layak disebut best, entah dulu, sekarang, maupun nanti potensi kelanjutan ke depan?
Jangan pun setelah menjadi best, hilang dari Kompasiana. Di sini kita berlatih, dibesarkan, sampai mungkin dari kita beroleh penghargaan.
Saya tidak menjilat Admin Kompasiana.
Saya hanya tahu dan berusaha mempraktikkan bagaimana cara berterima kasih. Nama saya dibesarkan oleh Kompasiana. Platform utama saya menulis adalah Kompasiana.