Ditutup pada lukisan kelima dan paling lama dibuat (berdasarkan pengakuan Beliau) adalah "Wahyu Temurun". Diceritakan pada goresan kuasnya, seorang ratu yang tidak kunjung melahirkan pangeran penyambung dinasti kerajaan. Lantas raja bersemadi dan akhirnya lahirlah anak berkepala gajah (seperti Ganesha).Â
Sekali lagi, halusinasilah yang menuntun Beliau menyelesaikan lukisan-lukisan itu dan lukisan-lukisan kecil lainnya dalam potret bingkai yang disusun sedemikian rupa sehingga tampak teratur dan (tentu) indah dengan permainan warnanya.
Mendengar Beliau berbincang dan mendongeng lukisannya itu sungguh menarik dan saking menariknya, tak sadar waktu dua jam lewat begitu saja.Â
Kami berhasil seperti masuk dalam mantra untuk tenang mendengar dan mencerna halusinasi-halusinasinya yang menginspirasi itu. Lukisan-lukisan itulah buktinya.
Menutup acara Kotekatrip ke-9, kami dijamu dengan makanan kecil dan minuman ringan. Di sela acara, saudara sepupu dari Beliau datang: Chica Koeswoyo dan Helen Koeswoyo.
Adalah pasti kehadiran mereka membuat pertemuan semakin semarak. Kami mengabadikannya dengan membuat video sederhana dan mengambil foto di antara lukisan yang terpajang.
Secara pribadi, saya menangkap Beliau berhasil menjelaskan lukisannya. Pertanyaan dari yang hadir mampu dijawab. Entah, halusinasi apa yang telah menuntun Beliau sehingga melukis dengan baik dan memaparkan dongeng secara menarik.
Halusinasi tidaklah selalu buruk jika ditangkap dengan pikiran dan perasaan yang tepat dengan selanjutnya dicurahkan dalam dunia seni. Ada kreativitas di sana. Imajinasi tumbuh. Cerita dikreasikan.
Tetaplah terus berhalusinasi, Sari Koeswoyo, dan menginspirasilah dalam dunia seni lewat lukisan-lukisan keren berikutnya.Â
...