Ada sekitar tiga tahun saya berkecimpung dalam dunia ikan hias. Berbagai ikan pernah saya pelihara, baik pemakan pelet (Mas Koki, Manfish, dan Discus) maupun predator (Arwana, Oscar, dan Lohan).
Suka duka telah saya jalani. Uang yang keluar sekian Rupiah. Barangkali para pehobi tidak pernah menghitungnya -- tidak bermaksud sombong -- karena merasa bahwa kebahagiaan yang ditawarkan dari penampilan ikan hias tidak bisa dinilai harganya.
Saya sudah berkeliling di beberapa pasar ikan hias di Jakarta. Banyak sekali ikan dijual di sana. Predator cukup lengkap ragamnya. Masih ada piranha, aligator, belida, peacock bass, dan seterusnya.
Dalam memelihara ikan predator...
Sesuai nama, ikan predator memakan hewan hidup lain, baik itu jangkrik, cacing, maupun ikan kecil. Ikan ini cenderung lebih repot diatur makanannya dibanding ikan nonpredator yang cukup menggunakan pemberi makan otomatis berisi pelet ikan.
Menurut pengalaman saya, ikan predator lebih mampu bertahan hidup dibanding ikan nonpredator. Masalah air kotor sedikit tidak soal. Terkena penyakit juga jarang.
Pada pemeliharaannya, ikan ini rata-rata punya ukuran tubuh yang besar seiring dengan rutinnya pemberian pakan. Sebagian ikan itu -- seperti aligator dan piranha -- punya nafsu makan besar. Tentu, biaya pakan ikut pula besar.
Potensi tidak sanggup memelihara
Saya yakin bahwa seseorang memutuskan membeli ikan predator karena faktor suka. Entah habis melihat orang lain memelihara atau memang sudah pernah memelihara. Menyaksikan keseruan dan kegagahan ikan mengoyak daging pakan itu kesenangan tersendiri.
Seiring perjalanan waktu, potensi bosan dalam memelihara pasti ada. Bisa karena memang sudah tidak suka dengan ikan. Boleh jadi sebab ingin pelihara ikan lain. Barangkali tren sudah lewat -- jika beli karena tren.
Perlakuan bijak