Media sosial merupakan sarana bebas berekspresi bagi penggunanya. Bebas bermain apa saja, tak terbatas waktu, dan dengan siapa pun. Kendati ada aturan pengelola yang mesti dipatuhi, keleluasaan masih terasa. Tetapi, bukan berarti dilakukan tanpa kebijaksanaan.
Pengelola media sosial pasti tidak ingin penggunanya pergi. Pengguna adalah objek tujuan dari kehadiran media sosial. Pengguna berkontribusi banyak dan berperan penting sebagai sumber pemasukan bagi pengelola.
Agar mereka tidak beralih, pengelola media sosial sebisa mungkin menyajikan fitur menarik. Selalu baru dan cenderung praktis dipahami dan dimainkan.
Dalam tulisan di Kompas (14/10/2021), menurut laporan berjudul "Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital" terbitan perusahaan media asal Inggris, We Are Social -- bekerja sama dengan Hootsuite -- pada 11 Februari 2021, tertulis beberapa poin kurang lebih berikut.
Indonesia tercatat dalam daftar 10 besar negara yang kecanduan media sosial. Posisi Indonesia berada di peringkat sembilan dari 47 negara yang dianalisis.
Pada Januari 2021, pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta dengan penetrasi 73,7 persen. Dari total 202,6 juta, 96,4 persen di antaranya menggunakan smartphone untuk mengakses internet. Waktu yang dihabiskan per hari rata-rata yaitu 8 jam 52 menit.
Berdasarkan aplikasi yang paling banyak digunakan, secara berurutan posisi pertama adalah YouTube, WhatsApp, Instagram, Facebook, lalu Twitter. Waktu penggunaan per tiap-tiap aplikasi: WhatsApp sekitar 30,8 jam per bulan, Facebook 17 jam per bulan, Instagram 17 jam per bulan, TikTok 13,8 jam per bulan, kemudian Twitter 8,1 jam per bulan.
Dilihat dari data tersebut, saya berani berpendapat bahwa Indonesia kemungkinan besar termasuk negara yang beroleh perhatian lebih dari para pengelola media sosial.
Bagaimana tidak? Jumlah masyarakatnya terhitung banyak sebagai pengguna dan waktu penggunaannya juga tidak sebentar. Pundi-pundi pengelola berpeluang terisi penuh. Barangkali sampai sobek.
Fitur untuk mempertahankan minat pengguna
Aneka fitur terus disediakan di berbagai media sosial. Antarmedia sosial saling berlomba. Satu yang sedang panas dibicarakan adalah Add Yours. Para pengguna Instagram pasti tahu.
Kurang lebih, fitur meminta para pengguna mengunggah kembali data-data lama dan cerita seputar pribadi baik tulisan maupun gambar. Fitur seperti menyajikan pertanyaan: bagaimana sih cerita kamu dan milikmu terkait hal ini? Para pengguna menyediakan jawaban.
Saya melihat kehadirannya berhasil. Teman-teman saya memakai. Unggahan cerita tentang Add Yours berseliweran. Dari satu story ke story lain, sama semua.
Sekarang pun masih sama sebagian. Sebagian lagi dalam semua itu sudah mulai berhati-hati. Berita tentang penyalahgunaan data pribadi mencuat setelah kejadian tidak mengenakkan timbul.
Satu masalah
Ada sebuah cuitan Twitter melaporkan masalah yang ditengarai dari penggunaan fitur ini. Akunnya bernama Dita Moechtar.
Pagi td temen sy tlp, nangis2 abis ditipu katanya. Biasalah, penipu yg tlp minta transfer gtu. Yg bikin temen sy percaya, si penipu manggil dia “pim”. “Pim” adlh panggilan kecil tmn sy, yg hanya org deket yg tau. Terus dia inget dia abis ikutan ini:
Potensi penyalahgunaan
Kalau dinalar baik, kita bisa melihat sangat ada potensi data pribadi terumbar. Jika diselisik lebih dalam, beberapa pertanyaan bersifat terlalu pribadi.
Orang lain yang sudah melihatnya bisa melaksanakan kejahatan tertentu dengan mereka-reka lewat jawaban itu. Salah satunya, mengaku sebagai orang dekat yang hanya tahu panggilan waktu kecil seseorang seperti tulisan Dita.
Pengendalian diri sedang diuji
Sebagai pengguna media sosial, saya tidak terlalu tertarik dan tidak begitu penasaran menggunakan fitur-fitur yang disediakan. Secukupnya dan seperlunya. Saya berpendapat sebagian teman dan orang tergoda karena:
membuka nostalgia
Mengingat sebagian kisah masa lalu tentu membahagiakan. Seperti pernah tinggal di mana, nama panggilan apa saja, dan seterusnya.
Kisah-kisah lucu secara langsung ikut terungkit bersama saat kita menuliskan jawaban atas pertanyaan. Kita memang suka bercerita soal sebagian kisah masa lalu. Kalau suka, bisa tanpa berpikir panjang, langsung cerita.
ikutan tren
Ini tidak perlu dijelaskan. Ketinggalan zaman dan terkesan tidak kekinian dihindari oleh sebagian orang. Ikut-ikutan tren yang sedang ada jadi jalan keluar.
sarana bermain dengan teman
Sebab selanjutnya yang mendasari adalah jadi ada bahan perbincangan antarteman di media sosial jika unggahan merupakan hal serupa.
Ada yang mungkin menanggapi dengan mentertawakan betapa lucu panggilan semasa kecil. Ada yang takjub dan tidak menyangka begitu banyak panggilan tersematkan pada seseorang. Para pengguna saling bermain, bercanda, dan bercakap soal hal sama.
potensi viral
Semakin banyak yang menggunakan, semakin mudah unggahan ditemukan. Kata kunci sama yang dilabelkan sangat mendukung. Pelihat berpotensi bertambah. Ingatlah, sebagian pengguna ingin punya pengikut banyak.
Akhir kata...
Saya yakin, sebagian besar fitur yang dihadirkan oleh pengelola media sosial bermaksud baik untuk pengguna. Membuat mereka lebih nyaman dan bertahan sebagai pengguna. Barangkali jika ada penyalahgunaan, biarlah menjadi sebuah pelajaran.
Bahwa tidak semua fitur dirasa perlu untuk dimainkan. Bahwa tidak semua hal perlu diunggah dan diketahui banyak orang. Wajiblah kita memberi perhatian lebih dan kebijaksanaan ketat soal data pribadi. Ini agar rasa aman tetap ada selama memainkan media sosial.
...
Jakarta,
23 November 2021
Sang Babu Rakyat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI