Menulis untuk melayani diri sendiri
Seperti olahraga tadi. Jika motifnya untuk menjaga kesehatan diri sendiri, maka mau tidak punya pengikut, tidak dipakai sebagai model iklan oleh usaha lain, belum atau tidak mendapat pasangan, tidaklah menurunkan semangat untuk tetap berolahraga.
Seberapa sadar kita bahwa alasan yang bisa membuat orang bertahan menulis semata-mata karena melayani diri sendiri? Kita tidak merepotkan orang lain waktu menulis.
Kita menuangkan segala hasil pikiran, keluh kesah emosi, bahkan sampai yang tidak bisa terkatakan karena terhalang etika dan norma, lewat tulisan.
Kita senangkan diri kita. Apa yang ingin ditulis, tulislah. Menulis sebagai obat dari penyakit emosi jiwa. Belajar jujur dalam setiap tulisan, dengan tidak menyajikan yang baik-baik saja, tetapi juga mengupas hal-hal buruk, yang memang adalah kenyataan sehari-hari dalam kehidupan manusia. Catatannya, jika menyenggol nama orang, perlu hati-hati.
Apa yang dirasa ingin dicurahkan, langsung tulis. Banyak karangan fiksi memfasilitasi, seperti puisi, cerpen, dan novel. Jika malu, tidak masalah. Dalam ketiganya, kita tersamarkan untuk tidak diketahui bahwa itu perasaan yang sedang dialami, karena banyak aktor dan peran yang bisa dimainkan dan kita bebas menyelusup ke dalamnya.
Adalah lebih gawat kalau kita tidak punya sarana memuaskan emosi seperti menulis. Emosi yang terpendam tidaklah baik untuk kesehatan, baik jiwa maupun raga. Kita ingin sehat kan seperti selepas berolahraga? Sayang pula, ketika pemikiran rumit sedang dialami, tetapi tidak dituliskan.
Atas banyak pertanyaan yang sempat terlintas dan tersirat di benak, bisa kita uraikan satu demi satu dan pikirkan jawabannya. Dengan menulis, kita lebih sistematis dan lebih jernih mencari jawaban dalam ketenangan. Kita menolong diri sendiri dan mencerahkannya.
Tulisan Anda sepi pembaca, masih menuliskah?
Bagaimana kalau tulisan sepi pembaca? Masih menulis? Masih setia menggoreskan pena setiap hari? Jika untuk kepuasan diri sendiri, sepi pembaca tidaklah perlu diambil pusing.
Kali-kali saja memang tulisan kita belum menarik perhatian mereka. Bisa jadi, masih amburadul dan perlu diperbaiki dari sisi kebahasaan. Dalam pada itu, setidaknya tulisan sudah menyenangkan kita dulu.