Suatu kali saya sedang bercakap dengan teman-teman tentang kebiasaan menulis yang saya gemari. Saya bercerita panjang lebar, bagaimana bisa saya suka menulis dan sekilas seputar cara mencari ide untuk dituliskan. Satu dua cerpen saya pernah saya bagikan untuk dibaca mereka.
Pada akhir perbincangan, ketika saya sebutkan sematan "pengarang" yang melekat di diri saya -- berdasarkan keterangan salah satu situs blog di mana saya terdaftar sebagai penulis di sana, salah satu teman sedikit tertawa.
"Pengarang? Bukannya itu negatif ya?"
Saya tertegun. Saya menangkap ekspresinya seperti memandang pengarang dalam konotasi (makna kiasan) negatif. Apa benar, pengarang terkesan negatif di sebagian masyarakat? Apa perlu kita ganti sebutannya?
Pujangga, penyair, dan pengarang
Dalam tulis-menulis, sependektahuan saya, ada tiga sebutan yang menandakan seseorang menghasilkan karya fiksi. Saya tidak bilang profesi, karena tidak semua menggantungkan hidup darinya.Â
Ya, kalau sudah profesi, berarti ada fokus di sana dan menggelutinya benar-benar sebagai sumber penghasilan. Barangkali ada penulis yang menjadikan menulis sebagai hobi atau sampingan, itu bukan profesi.
Di KBBI, sebutan itu: pujangga, penyair, dan pengarang. Masing-masing dengan pengertiannya:
pujangga: pengarang hasil-hasil sastra, baik puisi maupun prosa dan ahli pikir; ahli sastra; bujangga
penyair: pesyair
pengarang: orang yang mengarang cerita, berita, buku, dan sebagainya; penulis dan pencipta; penggubah dan perangkai bunga, manik-manik, dan sebagainya:Â