Seiring dengan kesukaan menulis dan semakin bertambahnya cerpen dengan materi yang juga semakin beragam, suatu ketika saya kehabisan ide. Ilustrasi di atas terjadi.
Panik tidak?
"Paniklah, panik, masa tidak?" gumam saya saat itu. Terbayang sejenak, bagaimana kemampuan mengarang saya lambat laun akan berkurang dan tidak terasah jika tidak lagi menulis cerpen.
Sudah hal umum terjadi, di mana tidak menulis kemungkinan menghilangkan kemampuan menulis. Kepanikan itu tidak kunjung teratasi, karena memang habis ide di kepala untuk mengarang.
Barangkali teman-teman yang fokus juga di genre tertentu mengalami. Kejenuhan pun bisa memicunya. Melihat tulisan yang bergaya seperti itu-itu saja, siapakah yang tidak bosan?
Menerima kebuntuan menulis sebagai bagian alamiah dunia kepenulisan
Sempat saya berpikir bahwa kebuntuan menulis dialami siapa saja yang menulis. Baik yang berprofesi sebagai penulis maupun yang hanya suka menulis.
Tentu, untuk yang berprofesi, lebih cepat harus diatasi, karena menyangkut sumber pendapatan. Sementara yang hobi, relatif sebetulnya, kembali ke tiap-tiap penulis.
Kejenuhan menulis juga pasti pernah terjadi. Itu alami. Kehabisan ide pun alami. Otak tidak selamanya bisa berpikir jernih untuk mengarang.Â
Keadaan di sekitar yang menuntut perhatian lebih sampai-sampai mengganggu konsentrasi menulis tidak bisa diabaikan. Tidak hanya menulis yang kita lakukan selama hidup. Masih ada urusan lain yang perlu diselesaikan.
Mengapakah kita tidak menerima kebuntuan menulis sebagai hal alamiah pula? Tidak perlu khawatir bila sedang terjadi. Jadikan saja sebagai bagian dari siklus menulis.