"Yaelah, cerpen kan karangan fiksi, cuma khayalan, atau cerita nyata yang ditambah dikurang, bukan jurnal penelitian atau tulisan opini ilmiah, buat apa repot-repot pakai catatan kaki?"
Barangkali itu yang terlintas sejenak di benak Anda seusai membaca judul tulisan ini. Saya pun terheran-heran dan menyimpan satu pertanyaan: seperlu itukah menambah catatan kaki pada cerpen?
Memang tidak banyak, hanya beberapa, bahkan sedikit, tetapi ada pengarang yang menerapkannya. Pertama kali melihat, saya kucek-kucek mata sambil bergumam, "Tidak salah nih? Saya bukan sedang baca jurnal, kan?"
Iya, cerpen yang sedang saya baca. Salah satunya berjudul "Seperti Gerimis yang Meruncing Merah" karya Triyanto Triwikromo, masuk dalam cerpen pilihan Kompas tahun 2004.
KBBI menjelaskan catatan kaki sebagai keterangan yang dicantumkan pada margin bawah pada halaman buku (biasanya dicetak dengan huruf yang lebih kecil daripada huruf di dalam teks guna menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok).
Ada cara penulisan catatan kaki, mulai dari ukuran huruf, posisi di bawah teks, batas kanan dan kiri dari tepi lembar, dan seterusnya. Seperti diulas di awal, ini biasa digunakan dalam jurnal penelitian atau tulisan opini ilmiah. Karangan fiksi apa perlu?
Catatan kaki pada cerpen
1) Ajwa adalah kurma yang konon ditanam oleh Nabi untuk disantap saat berbuka puasa. Buah itu diyakini sebagai kurma paling dianggap berkhasiat di antara puluhan jenis kurma lain.
2) Bagian kisah ini bertolak dari film The Message yang antara lain dibintangi Anthony Quinn dan Irine Papas.
Poin pertama menjelaskan apa itu Ajwa yang diceritakan dalam narasi. Poin kedua menyebutkan sumber inspirasi dari mana narasi itu tertulis.
Masih ada cerpen lain yang pernah saya baca dan saya ingat, mereka -- pengarangnya -- juga menyertakan catatan kaki. Sekilas, cerpen langsung seperti karya ilmiah. Jadi sedikit berat tampilannya.
Sependekpemahaman saya...
Sekiranya tidak ada keharusan seorang pengarang menyertakan catatan kaki dalam cerpennya. Sekiranya pula tetap dituliskan, tidak ada salahnya. Malah berguna untuk memperjelas dan menunjukkan:
Arti kata-kata asing
Harus saya akui, terkadang sulit untuk mengerti beberapa kata yang ditulis dalam cerpen budaya atau dianggit dari daerah lokal tertentu. Biasanya ada bahasa-bahasa daerah yang masih digunakan dan lebih baik jika tidak digantikan dengan bahasa Indonesia.
Ini dimaksudkan agar nuansa budaya daerah setempat masih kental terasa. Pembaca yang asli daerah tersebut lebih mudah mengerti dan maknanya lebih cepat tersampaikan. Catatan kaki menjelaskan itu agar tidak mengganggu keindahan teks cerpen.
Rujukan yang menjadi inspirasi
Seperti catatan kaki di atas, disebutkan bahwa narasi ditulis berdasarkan kisah dari sebuah film. Barangkali bisa pula terinspirasi dari naskah cerpen orang lain.
Tidak menutup kemungkinan, kutipan dari jurnal ilmiah atau tulisan opini juga bisa. Pengarang berpikir hal-hal itu cukup diletakkan di luar teks sebagai catatan kaki.
Penghormatan kepada penulis yang diacu
Bagian terutama adalah adanya pengakuan dan penghormatan kepada penulis, pengarang, pencipta karya yang menjadi sumber inspirasi cerpen dengan menyebut nama mereka di catatan kaki.
Ini memperlihatkan sportivitas sesama pencipta karya, bahwa tidak sepenuhnya narasi cerpen berasal dari pikiran sendiri. Ada bagian yang dirujuk dari karya orang lain. Semacam etika menulis yang perlu dilestarikan.
Akhir kata...
Anda sebagai pengarang hendak menggunakan catatan kaki atau tidak, dipersilakan. Sekali waktu saya pernah merujuk cerpen pengarang lain dalam cerpen saya, tetapi saya terakan dalam teks dan menyatu bersama narasi.
Barangkali ke depan, opsi menggunakan catatan kaki agar tidak mengganggu keindahan cerpen bisa saya terapkan. Barangkali juga Anda.
...
Jakarta
24 September 2021
Sang Babu Rakyat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI