Sampai sejauh ini, jujur saya harus berterima kasih kepada Kompas dan pengarang cerpen terpilihnya, karena berkat tulisan mereka, terlalu banyak menolong saya mengerti apa itu cerpen dan seluk beluknya, kendati belum sempurna.Â
Saya mengerti kondisi sekarang dan ke depan, saya masih terus dan perlu banyak belajar.
Pada setiap pembelajaran materi cerpen pilihan Kompas, ada kebiasaan unik yang kerap saya lakukan seusai membaca keseluruhan cerpen. Saya akan mempelajari kritik sastra yang biasanya berada di depan atau akhir halaman buku.
Saya tidak terlalu paham teori tentang kritik sastra. Pastinya, itu dipelajari oleh mahasiswa yang sedang belajar sastra. Wikipedia mencatat kritik sastra sebagai salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra.
Selain menghakimi karya sastra, kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas. Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra.Â
Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya sastra.
Kritikus sastra
Seperti diutarakan di atas, kritikus sastra bukan orang sembarangan. Harus punya pengalaman dan latar belakang ilmu yang mendukung.Â
Dari sekian banyak kritikus sastra yang diikutkan berkomentar dalam buku cerpen pilihan Kompas dari tahun ke tahun, saya ambil contoh satu: Melani Budianta.
Wikipedia lagi, Beliau meraih gelar sarjana dari jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (dulu Fakultas Sastra) Universitas Indonesia pada tahun 1979.Â
Beliau merupakan istri dari sastrawan Eka Budianta. MenurutBeliau kemudian meraih gelar Master dalam bidang Kajian Amerika dari University of Southern California (1981) dan Ph.D. dalam bidang Sastra Inggris dari Cornell University (1992).