Yang paling tidak bisa diterima ibu tentang kebaikan nenek adalah ia tetap mau menyekolahkan anak si bungsu yang sudah kurang ajar itu. Meskipun sebelum pergi dari rumah, bungsu itu sudah membawa kalung emas dan sebagian uang nenek yang tersimpan di lemari.Â
Ia pergi tanpa pamit seperti pencuri. Ia kembali lagi memohon belas kasihan dalam kondisi seperti pengemis. Ia membawa seorang anak gadis yang ditinggal ibunya karena bungsu itu sudah tidak punya apa-apa.
Ibu ingin marah. Siapa punya anak, dialah yang harus bertanggung jawab. Enak saja, merepotkan orangtua, pada masa lansia lagi. Dari keempat anak, ibu yang paling ingin mengusir si bungsu. Anak kurang ajar, katanya.
Nenek tiba-tiba menangis. Sekilas seusai melihat kondisi cucu perempuannya yang ia tidak tahu siapa ibunya, sekilas pula ia langsung memaafkan kesalahan si bungsu. Ia tidak sampai hati. Bagaimanalah seorang ibu ketika melihat anaknya menderita? Bagaimana pula perasaan seorang nenek melihat cucunya tidak beribu lagi?
Bagi kakek dan nenek, masa tua adalah saat di mana kebaikan sebaiknya terus diperbuat. Terus bersinar dan memberi terang bagi kegelapan dari kejahatan yang semakin jahat. Saya selalu kagum dengan cerita-cerita tentang kebaikan mereka.
Setelah dewasa, saya pikir, cerita tentang matahari dan bulan adalah sepasang kekasih tidak hanya sebuah cerita. Apalagi siang ini saya terduduk seharian di makam kakek dan nenek.Â
Kebetulan saya sedang pulang kampung, jadi sekalian saja menyekar. Kata orang, adalah baik mengunjungi mereka yang sudah berjasa dalam hidup kita. Jangan lupakan kebaikannya!
Pada siang tadi, saya melihat tanah-tanah makam kakek bersinar, berkilauan, berpendar-pendar, membentuk sebuah lorong cahaya yang mengarah ke matahari. Sinar itu begitu terang, sampai-sampai kacamata hitam yang saya kenakan tidak kuat menghalanginya. Saya termangu berjam-jam.
Makam nenek pun demikian. Waktu saya hendak meninggalkan kompleks pekuburan pada malamnya, sesaat setelah saya menengok ke belakang, saya melihat makam nenek yang tepat di samping makam kakek itu bercahaya kuning keemasan, seperti sebuah lampu yang menerangi gelapnya kuburan.Â
Saya terkaget dan hampir saja terjatuh di tengah jalan. Betapa fenomena itu seperti tidak masuk akal. Apa yang terjadi pada makam mereka? Ah, mungkin mereka sedang ingin bertemu teman-temannya di matahari dan di bulan sana. Begitu saya menenangkan diri selepas ingat cerita kakek.
Saya berjalan tertatih-tatih. Semoga saja kakek dan nenek tidak melihat saya.