Saya mengerutkan dahi. Ada sesuatu hal penting yang sepertinya ingin ia sampaikan.
"Kakek itu memang betul. Besok malam setelah seseorang minum serbuknya, ia akan lancar menulis. Tapi, paginya, ia akan berubah dulu jadi sosok yang ingin ia tulis."
Saya mendengar cermat. "Apa sih maksudmu?"
"Lihat besok! Orang yang menulis tentang pendekar itu akan keluar dari rumah, berdiri di tengah jalan, membawa sapu dan bertingkah meniru gaya silat. Sementara wanita itu akan pergi dari satu rumah ke rumah lain, mencari lelaki untuk menjual tubuh dan memuaskan berahinya. Itu efek samping dari serbuk. Meskipun sebagian orang sudah tahu, mereka tetap saja mau, demi cerita yang berdaya khayal tinggi itu."
Saya bergeming. Saya menekan dahi dengan dua jari. Hasrat saya untuk lekas-lekas minum serbuk biru di telapak tangan saya tiba-tiba hilang. Apa demi cerita menarik, saya harus bunuh orang dulu?
...
Jakarta
31 Agustus 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H