Menerima kenyataan bahwa hidup tidak selalu sehat
Manusia terbatas adanya. Tidak selamanya kondisi badan selalu memungkinkan untuk beraktivitas. Ada kala rasa lelah dan jenuh mendera. Setiap anggota badan tidak bisa diajak kerja sama melakukan ini dan itu.
Satu sakit, semua ikut sakit. Sekadar mau makan saja tidak semangat. Maunya, semua geletak di atas tempat tidur. Mereka minta istirahat. Sehat memang sangat menyenangkan dan berharga. Lebih kita sadari itu ketika sakit melanda.
Merenungi kembali waktu telah digunakan untuk apa
Apakah selama sehat kita sudah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya? Apakah ketika kondisi badan bugar, kita telah memberi dampak baik bagi sesama?
Waktu-waktu yang telah dilalui saya renungi kembali. Selama ini saya berbuat apa? Sudahkah kehadiran saya berguna? Ketika sakit, saya sulit optimal melakukan itu.Â
Menyadarkan diri untuk juga mencintai pribadi
Sepertinya ada yang salah dengan pola hidup saya. Saya tidak memberi istirahat cukup pada tubuh. Saya terlalu menguras pikiran. Saya tidak memberi konsumsi makanan yang sehat bagi diri.
Saya kurang berolahraga dan lebih bermalas-malasan di atas kasur. Racun yang keluar melalui keringat tidak ada. Saya disadarkan untuk sebaiknya seimbang dalam bermanfaat bagi sekitar dan mencintai pula diri sendiri.
Apakah sakit adalah saat tepat untuk mendekatkan diri kepada Yang Kuasa?
Bagian ini sebetulnya saya tidak terlalu setuju. Bukan sakit saja, saat kita mendekat kepada Yang Kuasa. Ketika sehat, makmur, dan limpah harta, itu pun saat tepat.