Kejadian ini telah berlangsung lama, tetapi masih teringat benar di benak. Ada sesuatu yang sulit dilupakan karena pertama kali terjadi. Dalam hidup saya, seorang pelajar Sekolah Menengah Pertama yang terbilang anak rumahan.
Di sekolah, ada dua pilihan esktrakurikuler yang harus siswa ikuti: Pramuka dan Palang Merah Remaja (PMR). Sebagian memilih Pramuka, sebagian lagi menjadi anggota PMR.Â
Satu yang saya agak iri kepada teman-teman PMR. Saat upacara Senin berlangsung, mereka yang bertugas mengamati kondisi fisik teman yang tidak kuat berdiri lama karena sakit atau kelelahan, bebas berdiri di bagian paling belakang barisan, di mana terdapat pohon-pohon besar menaungi, yang tentu lebih sejuk dibanding kami yang disengat matahari pagi di lapangan terbuka. Hahaha...Â
Tetapi, tidak apa, lebih banyak kesenangan saya dapat dari Pramuka. Terutama kisah Persami, Perkemahan Sabtu Minggu. Sesuai nama, kemah dilaksanakan hari Sabtu dan Minggu.
Rasa deg-degan dan proses minta izin...
Dalam keluarga saya, anak-anak harus tertib ketika keluar rumah. Ada keperluan apa, hendak ke mana, dan kembali jam berapa. Selebihnya, di rumah saja, belajar dan beres-beres rumah.
Disiplin diterapkan Mama. Karena Persami menghendaki keluar rumah selama satu hari satu malam di tempat perkemahan, sudah tentu ada keraguan saya meminta izin.
Boleh tidak ya ikut Persami? Boleh tidak ya menginap di tempat lain? Pada sisi lain, saya pun belum pernah merasakan bagaimana tidur sendiri di lokasi lain. Tanpa keluarga. Berbeda cerita tentu, jika tidur di rumah kerabat.
Karena rasa ketertarikan semakin menguat, didukung dengan animo teman-teman yang sebagian besar memilih ikut, saya memberanikan diri meminta izin. Pertimbangan hari Minggu yang adalah hari ibadah juga saya pikirkan. Boleh tidak ya, untuk sekali saja, saya absen ibadah Minggu pagi?
Nasib beruntung sedang memihak. Mama membolehkan. Saya begitu bahagia. Dengan catatan, saya harus ibadah ketika Minggu sore sebagai pengganti.Â