Siang itu panas sekali. Ruangan dalam kantor lebih panas hawanya. Seorang bos tiba-tiba berdiri. "Bagaimana sih kamu! Buat presentasi saja tidak becus! Jangan kamu lagi besok yang buat!" sentak bos itu.Â
Matanya tajam menatap seorang bawahan yang duduk tegang di sudut ruang. Tangan bawahan itu gemetaran. Giginya menggeletuk. Badannya berkeringat.
Seluruh peserta rapat terdiam. Sebagian mereka menundukkan kepala. Mereka takut karena tidak pernah melihat bos marah. Sekalinya marah, kena semua. Bawahan itu malu sekali. Semua rekannya tahu, ia telah dipermalukan.
Pernahkah Anda mengalami seperti yang saya ilustrasikan? Jika tidak, hebat! Saya acungi dua jempol. Sebagian kita, meskipun beberapa, pasti pernah. Dimarahi bos di depan umum. Disaksikan banyak mata. Seperti seorang tersangka sedang diadili.
Marah adalah salah satu dari sekian banyak hubungan antara bos dan bawahan
Semua bawahan pasti suka ketika mendapat pujian dan apresiasi dari bos, diajak makan siang sekaligus ditraktir, dan diberi kepercayaan lebih jauh untuk menjabat suatu posisi. Tetapi, tidak semua relasi yang terjadi enak-enak saja.
Suatu kali, kerusakan hubungan terjadi. Semisal, bos marah. Tentu, ada sebab, kendati tidak semua karena bawahan bersangkutan. Bisa karena marah kepada pegawai lain lalu menyalur ke kita.
Boleh jadi marah terkait urusan keluarga lantas dibawa ke kantor. Terutama yang perlu mendapat perhatian, marah karena perbuatan kita. Kita tidak menyajikan pekerjaan terbaik, ada kesalahan ditemukan dan fatal, cara bercakap dan sopan santun kita tidak menghargainya, dan sebab lain yang bos bersangkutan lebih tahu.
Jika tidak diantisipasi, akan parah ke depan. Bos adalah seseorang yang selalu ditemui setiap hari di kantor. Bawahan seyogianya pintar mengelola emosi sehingga tidak makan hati setiap datang setiap hari ke kantor.
Maunya bawahan...