Seorang wanita membuka pagar. Dengan kencang, ia menarik pagar besi itu dari satu ujung dan menyentakkannya ke ujung lain. Matanya sedikit melotot.
"Mobil siapa ini? Enak saja parkir di depan rumah orang!" serunya keras. Sebagian orang yang sedang makan bakso di sekitarnya terkejut. "Mas tahu, siapa pemilik mobil ini?" tanya wanita itu pada salah seorang penikmat bakso.
Saya pikir, fenomena tulisan "Dilarang parkir di depan rumah" tidak asing disaksikan mata kita. Bagi yang tinggal di perumahan padat penduduk, sering tulisan itu bertengger di beberapa rumah.
Bisa dicoret di atas karton. Ditulis di papan tulis juga ada. Atau, dibubuhkan langsung di pagar pemilik rumah. Di ibu kota, sebagian besar rumah ada.
Tulisan itu berarti tidak boleh seorang pun memarkirkan mobilnya di depan rumah bersangkutan, kecuali pemilik rumah. Sebuah larangan, bukan?Â
Jika larangan, berarti ada hak bagi pemilik rumah untuk melarang. Tidak bisa ia sembarangan melarang. Tentu, berawal dari maksudnya melarang.
Maksud orang melarang
Sebagian besar pemilik rumah tanpa saya tanya pasti menjawab: mobil yang diparkir mengganggu pemandangan, mobil pemilik rumah tidak bisa keluar, dan aktivitas yang hendak dilakukan pemilik rumah di depan rumah menjadi terganggu.
Kepentingan pribadinya terusik. Mereka lantas memasang larangan itu pada papan besar dengan tulisan besar pula di bagian pagar yang gampang dibaca banyak orang, supaya semua tahu.
Jika dirasa tidak cukup satu, bisa dua. Bagian kiri dan kanan pagar. Dikasih lampu bila perlu agar tetap terbaca saat malam hari.
Jalan tidak termasuk bagian yang dibeli pemilik rumah
Pada kenyataan, jalan di depan rumah tidak dibeli pemilik rumah. Pemilik rumah hanya punya bangunan rumah, halaman depan dalam rumah, dan sedikit pagar yang membatasi antara halaman dengan jalan depan rumah.Â
Tidak pernah ia punya sertifikat atas sebidang tanah yang telah diaspal di depan rumah. Itu adalah fasilitas umum, yang dipergunakan oleh banyak orang. Siapa pun bebas melintas di situ.Â
Lantas, mengapa ia sesuka hati melarang? Adakah hak untuk melarang? Bolehkah ia mengklaim fasilitas umum sebagai milik pribadi, yang tidak boleh digunakan sembarang orang?
Tidak dibenarkan pula...
Orang juga tidak boleh parkir di tepi jalan di depan rumah. Ketika hendak membeli kendaraan besar, sudah harus sepaket dengan penyediaan garasi dalam rumah.
Ya, rumah kendaraan adalah garasi. Lebih awet pula kendaraannya karena garasi punya atap. Sementara di jalan, tersengat panas dan terguyur air hujan. Belum lagi terkena hempasan debu jalanan.
Memarkirkan kendaraan di tepi jalan -- apalagi pada jalan gang antarrumah yang hanya muat dua mobil ketika berpapasan -- sangat berpotensi menimbulkan kemacetan. Kalau mobilnya besar, bisa memakan separuh badan jalan. Tidak sebatas pada mobil orang, mobil pemilik rumah juga sama potensinya.
Betapa merugikan orang-orang. Orang lain harus berputar mencari jalan. Ada yang terpaksa menunggu di belakang kendaraan sembari terpapar asap knalpot. Klakson pun saling bunyi pertanda tidak sabar. Gegara seseorang parkir di tepi jalan.
Akhir kata...
Hahaha.... Sebenarnya mau ke mana arah tulisan ini?Â
Sebentar, sebentar, saya simpulkan. Jika ada orang keberatan melihat seseorang memarkirkan mobil di tepi jalan di depan rumahnya, keberatan itu tidak layak.
Tulisan "Dilarang parkir di depan rumah" tidak berlaku, karena jalan di depan bukan miliknya. Pada sisi lain, seseorang (siapa pun dia) tidak boleh memarkirkan kendaraan di tepi jalan. Itu fasilitas umum. Kalau mau parkir, hendaknya dalam garasi.
Jadi, seharusnya tanpa ada larangan, bersamaan dengan timbulnya kesadaran pribadi setelah mengetahui bahwa jalan merupakan fasilitas orang banyak sehingga tidak boleh dipakai untuk kepentingan seseorang, maka tidak ada lagi namanya parkir di tepi jalan di depan rumah orang.
Tulisan itu boleh dicopot.Â
...
Jakarta
15 Juli 2021
Sang Babu Rakyat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI