Dalam konteks sekarang, apakah selama virus Corona menggila, terjadi pembatasan bahkan penghilangan kebahagiaan karena harus sebisa mungkin berada dalam rumah saja?Â
Apakah sebagian kita menjadi bosan dan memberontak, sehingga memilih berbondong-bondong keluar rumah untuk mencari kebahagiaan?Â
Melihat orang-orang lewat media sosial di luar sedang jalan-jalan ke tempat wisata, nongkrong dan bersantai di kafe, makan enak di restoran, menjadi menggoyahkan kita untuk ikut seperti mereka?
Jika jeli, tidak sedikit alasan yang membahagiakan dan membuat kita rela bertahan dalam rumah. Kebahagiaan itu bisa kita ciptakan sendiri.Â
Saya contohkan pribadi saya. Tanpa melihat standar kebahagiaan orang lain dan membandingkannya, saya bisa bahagia walau hanya dalam rumah.
Saya bahagia, masih sehat jiwa dan raga. Saya bahagia, boleh tidur nyenyak semalam. Saya bahagia, masih diperkenankan Yang Kuasa membuka mata pagi ini.
Saya bahagia, bisa makan enak dan sehat lewat masak sendiri. Saya bahagia, masih punya pekerjaan tetap. Saya bahagia, boleh melihat rumah rapi sehabis bersih-bersih.
Bila Anda memandang bahagia saya sebelas dua belas dengan bersyukur, terserah. Boleh kita bersyukur sehingga bahagia. Boleh pula kita bahagia kemudian bersyukur.
Selain untuk pemenuhan kebutuhan primer -- yang sebetulnya bisa dilakukan lewat belanja daring -- alangkah lebih baik saat ini kita berbahagia di rumah saja.Â
Silakan Anda membuat filosofi masing-masing seputar bahagia. Tentukan standar bahagia Anda tanpa ikut-ikutan orang lain. Itu lebih abadi dan menyenangkan jiwa.
Hanya kita sendiri yang paling tahu, bagaimana cara hati ini bahagia. Seperti anak kecil itu, bagaimana ceritanya ia bisa tertawa melihat lampu kerlap-kerlip di atas kotak tidurnya?