Sepanjang menjadi penulis dan pembaca...
Saya seorang pembaca. Pun penulis. Merangkai kata selalu menjadi makanan sehari-hari saat menggoreskan pena. Memaknai kalimat dan pesan si penulis, kerap saya usahakan tangkap seusai membaca.
Dari kedua sisi, saya bisa melihat, bagaimana sebagian penulis memperlakukan pembacanya.
Teman bicara
Menulis memang tidak berbicara. Tetapi, bisa seakan-akan berbicara dalam jalan sunyi. Bagaimana caranya? Dalam interaksi dengan pembaca lewat tulisan, penulis boleh menyematkan pertanyaan-pertanyaan seputar hal yang sedang dibahas.
Boleh pula basa-basi menanyakan kabar. Selain itu, dapat berbentuk ajakan untuk berbagi cerita dan pengalaman lewat kolom komentar. Meskipun tidak ditanggapi secara tulisan, sekilas pembaca telah berpikir dan merasakan.
Ada jawaban terlintas di otaknya. Ada emosi dibangkitkan di hatinya. Pembaca diposisikan sebagai lawan bicara yang juga berhak bersuara lewat tulisan tanggapan.
Bagi tulisan sejenis diari dan pembagian pengalaman, baik masa lampau maupun yang baru terjadi, pembaca dianggap seperti tempat mencurahkan perasaan.
Ada emosi yang boleh terbaca dari tulisannya. Jika pandai merangkai kata, emosi itu terasakan benar, bahkan pembaca mengingat kembali kejadiannya jika kebetulan pernah mengalaminya.
Sama-sama merasakan suka atau duka. Pembaca diperlakukan sebagai pendengar unek-unek si penulis.