Seorang lelaki tersenyum dan sedang asyik membaca sebuah tulisan. Ia berhasil dihanyutkan oleh penulisnya. Entah secara kebetulan, hal yang dialami penulis sama seperti dirinya.
Ada rasa yang berhasil disampaikan. Ada pesan bermanfaat yang mengubahkan kehidupan. Ia belajar banyak tentang cara menulis dari si penulis.
Wahai para penulis, masihkah Anda menulis sampai sekarang? Masihkah Anda terus membaca dan mencari ide tulisan? Lebih sering mana, kegiatan menulis atau membaca?
Menulis dan membaca ibarat pasangan suami istri. Entah mana yang menjadi suami, mana yang istri, keduanya hadir untuk saling melengkapi.
Membaca berposisi sebagai masukan ide untuk diolah oleh pikiran dan rasa. Menulis berperan sebagai keluaran dari ide yang telah diolah dan dicurahkan berbentuk susunan kalimat.
Eksistensi penulis tanpa pembaca
Menulis dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dengan beragam bahasan apa saja. Tetapi, penulis tidak dapat bertahan tanpa ada pembaca.Â
Semangat menulis bisa kendor. Apresiasi yang diharapkan sirna sudah. Tulisan seakan-akan ternilai jelek karena sepi pembaca. Penulis sangat butuh pembaca.
Bagi penulis buku, jika bukunya laku terjual sampai menyentuh gelar best seller, itu pertanda tulisannya mendapat tempat di hati pembaca. Jika di Kompasiana, golongan terpopuler yang bisa dinilai laris dibaca.
Sebagian besar Kompasianer berharap nongkrong di sana. Banyak yang dilakukan, seperti membagikan konten tulisan di berbagai akun media sosial. Di samping media sosial Kompasiana, jika beroleh label pilihan.