Rapat hampir usai. Malam semakin larut. Seorang wanita berdiri di depan papan tulis putih. Ia menghadap lima orang karyawan yang duduk mengelilingi sebuah meja bundar.
"Baik, teman-teman. Sudah diputuskan, ini produk baru kita. Minta tolong bantu promosikan lewat akun media sosial (medsos) masing-masing ya!" katanya sambil tersenyum.
Keempat karyawan itu mengangguk cepat. Seorang lagi menekuk muka. "Apakah saya harus menggunakan medsos untuk urusan pekerjaan? Apakah saya boleh menolak mempromosikannya?" gumamnya dalam hati.
Zaman sekarang semua serba digital. Transaksi elektronik berperan utama. Medsos merajalela penggunaannya. Bagi sebagian orang, serasa seperti kebutuhan primer, menyaingi pangan, sandang, dan papan.
Dalam dunia pekerjaan, tidak semua karyawan memiliki akun medsos (seperti Facebook, Instagram, Linkedin, Youtube, Whatsapp, dan lainnya). Berbagai alasan mendasarinya.
Medsos pada dasarnya adalah alat di dunia maya untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bersosial. Selama kebutuhannya telah terpenuhi di dunia nyata, seseorang bisa merasa tidak perlu memiliki medsos.
Di sisi lain, ada yang punya kepribadian tertutup, yang tidak suka mengumbar hal-hal pribadi di dunia maya. Boleh jadi ada juga yang gagap teknologi sehingga tidak mengerti membuat dan menggunakan medsos.
Sedangkan sisanya, punya medsos setidaknya satu. Semakin banyak semakin kelihatan "bersosial". Nah, tidak bisa dimungkiri, pada saat bermain medsos, kita kerap menemukan seseorang mengunggah konten bukan tentang pribadi, tetapi terkait perusahaan tempat ia bekerja.
Ragam konten