Ini adalah tulisan ke-500 yang tayang pada hari ke-390, sejak saya bergabung di Kompasiana per 16 Mei 2020. Saya tidak mengira, dapat betah menulis hingga sejauh ini.
Total pembaca tercatat sebanyak 144 ribuan. Ada 494 Artikel Pilihan dan 41 Artikel Utama. Sebagian besar menempati kanal Fiksi (puisi dan cerpen), Sosial Budaya, dan Gaya Hidup.
Isinya seputar pengalaman hidup saya. Saya memang suka bercerita. Sebelum Corona, saya orangnya ekstrover dan sanguine. Kerap mendominasi percakapan. Suka bertemu dan berbagi pandangan dengan orang-orang.Â
Berhubung Corona, yang menjadikan keadaan serba dibatasi terutama kerumunan, saya curahkan kemampuan perbincangan dalam bentuk tulisan. Setiap hari, apa yang ada di benak, saya tulis saja. Kompasiana medianya.
Mendapat centang biru
Sebagian Kompasianer ingin mendapat akun biru. Tepatnya, centang putih di dalam lingkaran bergaris putih yang isinya biru (jika dilihat dari ponsel). Itu pertanda akun telah diverifikasi.
Lebih jauh lagi, akun dinilai oleh Admin sebagai penyaji tulisan yang berkualitas. Ada yang terkait kepakaran pada suatu bidang. Ada yang gemar beropini tajam untuk hal tertentu. Yang lebih tahu, Admin. Jika dahulu tulisan akun ini langsung menyabet label pilihan, sekarang bisa rontok itu label. Ini juga hak prerogatif Admin.
Pada tulisan ke-496, saya beroleh centang biru. Saya senang dan bangga. Saya bagikan itu ke media sosial. Sebagai bentuk ucapan syukur dan semoga menjadi inspirasi bagi yang membacanya.
Saya pribadi memandang tidak hanya Kompasianer bercentang biru yang tulisannya berkualitas. Ada pula yang bercentang hijau bertengger di Artikel Utama. Tanpa centang, ada. Tidak di Artikel Utama pun, ada yang berkualitas.
Justru, dengan bercentang biru, pertanda bahwa saya dan sebagian Kompasianer wajib mempertahankan kualitas tulisan. Mempertajam analisis dan menyajikan berita benar (tidak hoaks). Orang telah tahu dan berharap banyak seusai membaca tulisan kita.
"Masak iya, Kompasianer bercentang biru hanya segitu tulisannya?" Itu salah satu omongan yang saya hindari. Sebisa mungkin saya memperbaiki kualitas tulisan.
Terima kasih Kompasiana
Terima kasih sedalam-dalamnya kepada Kompasiana, atas apresiasi ini. Salah satu pencapaian terbaik saya di pertengahan tahun ini. Selain telah menulis enam buku, saya mendapat akun biru.
Khusus topik pilihan, saya acungi jempol untuk Admin. Dari beragam topik yang sudah saya ikuti, ada satu dan sedang berlangsung, topik yang menurut saya terbaik.
Yuk Belajar Peribahasa!
Ketika quote orang-orang sedang menjamur di mana-mana, Admin mengangkat tema ciamik ini. Kita juga punya peribahasa yang penuh filosofi. Jika tepat, berguna menjadi landasan hidup. Membantu mengerti apa itu kehidupan dan bagaimana kita seyogianya menyikapinya.
Beberapa tulisan dari Kompasianer pun mengulas peribahasa dari tiap-tiap daerahnya, dengan bahasa daerah masing-masing. Bukankah itu sangat bagus? Aura keragaman budaya dirasakan di rumah kita bersama ini.
Semua bersatu, saling unjuk gigi dan melengkapi, menjabarkan filosofi-filosofi hebat dari para pendahulu dan tetua.
Ucapan terima kasih ini bukan karena tulisan saya tentang "Urip Kaya Cakra Manggilingan" menyabet Artikel Utama. Bukan! Dari dahulu, saya cinta peribahasa dan filosofi.Â
Kata guru Bahasa Inggris waktu kuliah, orang yang bercakap dengan peribahasa begitu bijak dan terlihat pintar. Ya, peribahasa merupakan kumpulan sedikit kata yang bermakna dan begitu membangun. Sanggup mengarahkan jalan hidup dan membangkitkan semangat yang patah.
Semoga ke depan, Kompasiana dapat lebih lagi memberikan topik-topik pilihan yang lebih berkualitas, menginspirasi, dan memancing kreativitas para Kompasianer.
...
Jakarta
10 Juni 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H