Seorang lelaki bersepeda dengan santai di tepi jalan. Matanya memandang lurus ke depan. Tiba-tiba, ada sebuah motor berbelok dari sebuah gang. Pengendaranya mengemudikan motor melawan arah.
Lelaki itu sedikit terkejut. Apalagi, lampu motor itu tidak menyala. Tangan si pengendara memegang sebuah ponsel. Secara cepat, lelaki itu minggir ke trotoar. Hampir saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Apakah Anda pernah mengalaminya? Apakah Anda sering melihatnya? Apakah Anda merasa kesal atas hal itu? Apakah Anda ingin langsung menegurnya? Atau, Anda biarkan saja, karena sama-sama melakukan?
Tidak dapat dimungkiri, fenomena lawan arah kerap disaksikan, baik di kota besar maupun kota atau kabupaten lain. Terjadi kapan pun, tidak memandang waktu. Bisa dilakukan oleh siapa pun, tanpa memandang orang.
Bagi kita yang terbiasa menghabiskan waktu di jalan -- apalagi orang ibu kota yang banyak waktunya termakan di jalan, fenomena ini serasa menjadi bagian dari keseharian berkendara.
Jalur jalan
Sepengetahuan saya selama berkendara di jalan, ada dua jenis jalan, yaitu jalan dua arah dan searah. Bila dua arah, jalan terdiri dari dua jalur, yaitu jalur menuju dan jalur pulang. Keduanya dipisahkan dengan marka jalan.
Sedangkan untuk jalan searah, hanya punya satu jalur. Jalur menuju atau jalur pulang. Nah, pengendara yang lawan arah, biasanya akan mengemudikan kendaraannya di tepi jalan -- bisa cepat atau lambat -- berhadapan pandang dengan pengendara yang benar. Semisal, jalurnya menuju ke utara. Pengendara lawan arah akan menuju ke selatan di jalur tersebut.
Kecelakaan
Lawan arah bukannya tidak berbahaya. Sangat berbahaya. Di Kompas dituliskan, terjadi kecelakaan yang melibatkan dua pengendara sepeda motor pada Senin, 3 Mei 2021, di daerah Singosari, Malang.