Seorang lelaki masih asyik di depan gawai. Berbagai ide bermunculan dan memaksa dituliskan. Tangannya sedari pagi tidak berhenti menekan tombol pada papan ketik. Ia memang sedang gemar menulis. Segala pandangan yang menurutnya bermanfaat, dituliskannya untuk kemajuan dunia literasi.Â
Sedetik, ia berhenti menulis. Tanpa sengaja ia memandang ke bawah, tepat ke arah perut. "Lah, kok sudah segini majunya?" katanya pada perut dengan nada sedikit menyesal.
Di atas adalah ilustrasi saya suatu waktu. Mungkin juga sebagian Anda. Saya begitu gemas melihat perut mulai bergelambir. Begitu khawatir juga, takut-takut terkena obesitas.
Harus saya akui, kecanduan menulis membuat saya kurang gerak. Berkali-kali, keasyikan menulis mengakibatkan kurang tidur. Belum terhitung membaca, yang juga hanya diam di tempat. Otak bekerja keras, sementara otot tidak bergerak.
Urgensi kesehatan
Pada era sekarang, semua orang bercita-cita untuk sehat. Orang sudah begitu hafal, sehat adalah mahal harganya. Ia tidak datang begitu saja, tetapi diusahakan dengan berbagai cara.
Makan makanan bergizi, istirahat yang teratur, olahraga rutin, pengendalian emosi jiwa, sering bahagia, dan lainnya, yang itu secara sadar harus dikerjakan.
Jika dikaitkan Corona, orang berupaya untuk ketat mematuhi protokol kesehatan, memilih banyak berdiam di rumah, menjauhi kerumunan, bahkan tahun ini sebagian rela tidak mudik. Meskipun, kita tidak menampik, ada yang tidak melakukannya.
Semua demi kesehatan tubuh. Sehat adalah sebuah investasi yang berbuah waktu. Jika selalu sehat, maka selalu ada waktu yang potensial untuk produktif. Berlaku pula untuk para penulis.
Menulis Tidak Mungkin Berkeringat