Saya bukan bermaksud menakut-nakuti dengan menyajikan lima keniscayaan itu. Memang, itu adalah kenyataan dan pasti kita hadapi selama bermedia sosial. Tetapi, kita bisa menghindari dampak buruknya jika:
Pikirkan sebaik dan sebijak mungkin
Apa pun yang kita unggah, seyogianya dipikirkan sematang mungkin nalarnya dan sekecil mungkin efeknya dalam menyakiti perasaan orang lain. Tata bahasa juga diatur dan dipilih sebaik-baiknya.
Kurang-kurangilah mengunggah sesuatu yang dapat memancing perdebatan tidak penting. Kita sedang memperbanyak teman, bukan menambah musuh.
Mengingat posisi diri
Apakah dalam memberikan komentar, kita mempunyai kompetensi dan keahlian atas peristiwanya? Siapa pula kita, sehingga harus berpendapat atasnya?
Ingat nama baik diri. Ingat, nama baik keluarga. Ingat, jasa besar almamater yang telah mendidik. Sebisa mungkin hindari aksi buruk yang dapat mencoreng itu semua.
Tidak perlu sedikit-sedikit reaktif
Meskipun gemas, tahan. Meskipun bebas berpendapat, kendalikan. Tidak semua pendapat bisa semudah itu dilontarkan. Kita perlu mengerti benar peristiwa yang terjadi secara komprehensif.
Jika hanya potongan berita, tidak perlu sedikit-sedikit reaktif. Pemikiran pasti gampang terpatahkan dan mudah terhasut oleh potongan berita itu, yang seringnya mempertontonkan keburukan orang.
Seperti penasihat ya, saya, setelah menuliskan ini? Tidak. Saya mencatat ini semata-mata sebagai peringatan dan lampu kuning bagi saya dalam mengatur tingkah laku saat bermedia sosial. Saya diberi akal sehat oleh Yang Maha Kuasa, dan saya gunakan untuk memetakan ini.