Kompas, 23 Februari 2021), Indonesia tercatat dalam daftar 10 besar negara yang kecanduan media sosial. Tepatnya, peringkat 9 dari 47 negara yang dianalisis.
Berdasarkan laporan "Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital" yang terbit pada tanggal 11 Februari 2021 oleh perusahaan media asal Inggris, We Are Social, bekerja sama dengan Hootsuite (tertulis diDari total populasi masyarakat Indonesia sebanyak 274,9 juta jiwa, pengguna aktif media sosial berjumlah 170 juta, atau setara dengan 61,8 persen pada Januari 2021.Â
Ini meningkat 10 juta atau 6,3 persen dibanding tahun lalu. Dapat terbilang sebagian besar, karena telah melebihi setengah populasi. Selanjutnya, terlaporkan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 14 menit sehari untuk mengakses media sosial (seperti YouTube, WhatsApp, Instagram, Facebook, dan Twitter).
Saya adalah satu dari sekian banyak itu. Bahkan jujur, lebih lama menggunakan daripada waktu yang tercatat di laporan. Sering, saat sedang melakukan "kewajiban" di toilet, tangan tetap memegang ponsel. Ketika hendak tidur, ponsel sampai tergeletak di atas wajah. Bangun tidur pun, pikiran otomatis membuka ponsel.
Semua untuk melihat media sosial. Bagaimana diri saya dipandang orang lewat media sosial? Apa yang bisa saya berikan lewat media sosial? Unggahan apa yang dapat menjadi inspirasi bagi teman media sosial? Hal baru apa dari teman media sosial yang belum saya ketahui? Dan seterusnya, yang membuat saya seolah-olah tidak bisa hidup tanpa media sosial.Â
Sebagai pengguna, saya menemukan banyak penyebab kecanduan media sosial. Mungkin peristiwa Anda sama.
Menjaga silaturahmi
Bagi yang sudah lama bermain media sosial, tentu memiliki teman yang sebagiannya adalah keluarga besar, sahabat dan guru sekolah, anggota komunitas tertentu, dan orang lain yang dianggap penting dan dekat -- sehingga kita tanpa berpikir panjang menyetujui pertemanan.
Lewat media sosial, silaturahmi tetap terjaga. Kita bisa melihat kegiatan dan bercengkerama dengan mereka, begitu juga sebaliknya, melalui akun masing-masing.
Kepraktisan karena menghapus jarak
Rekan bicara kita mungkin ada yang di luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Jarak yang sangat jauh tetap terjangkau lewat media sosial. Kita tidak perlu repot-repot ke rumahnya sekadar untuk berkomunikasi.
Media sosial mampu merekatkan hubungan tanpa memandang jarak. Negatifnya, bisa pula merenggangkan hubungan, ketika yang dekat dan nyata di sebelah tidak dihiraukan, sementara yang jauh di media sosial sana begitu dipedulikan.
Keterikatan emosi
Dalam balas membalas komentar, semisal bertanya kabar antarpengguna, ada rasa tidak enak jika balasan tidak dibalas. Siapa yang suka jika komentarnya dibiarkan, padahal ia begitu serius bertanya? Bagi yang dikomentari, ketakutan dicap sombong muncul.
Ada keterikatan emosi timbul. Rasa sungkan, penuh hormat, bentuk menghargai, dan menjaga nama baik. Jika keluarga dekat atau orang terkasih, tentu kasih sayang yang mendasarinya. Secara spontan pasti dibalas.
Sumber pengetahuan
Benyak berita dengan beragam bahasan setiap hari berseliweran di media sosial. Sebagian mampu memandaikan kita. Ada yang berasal dari portal tepercaya. Ada pula tidak terhindarkan dari sumber abal-abal.Â
Semua diserahkan pada kita untuk selektif memilih. Memang, ada kesenangan timbul setelah mengetahui hal-hal baru. Pikiran kita telah terbentuk sejak lama tentang itu. Belum lagi emosi menjadi lega apabila berita itu bisa menjawab pertanyaan kita.
Informasi idola terbaru
Kita tentu punya idola, bukan? Seseorang yang dianggap memberi inspirasi lewat segala cara, semisal kepandaian pola pikir, keahlian berdandan, kegantengan atau kecantikan wajah, dan lainnya.
Saking cintanya, kita pun menanti berita dari mereka. Tidak ingin ketinggalan informasi terbaru darinya barang setitik. Media sosial terus dibuka untuk kepoin mereka.
Beragam menu
Pernahkah kita sadari, ponsel pintar telah membunuh banyak perkakas? Semua serba ada di sana. Kamera untuk memotret, buku catatan sebagai pengingat, aplikasi pengolah data untuk bekerja, pemutar musik untuk mendengar lagu, dan sebagainya. Kita tidak perlu beli alat khusus untuk memenuhi kebutuhan itu.
Begitu pula tiap-tiap media sosial. Mereka saling berlomba menyediakan berbagai fitur, yang tujuannya menjaga agar pengguna tetap setia. Bisa nonton tv, unggah video, kreasi gambar, berbagi lokasi, menjual barang, dan seterusnya.
Banyak sejarah
Foto-foto kita masa lalu banyak tersimpan di media sosial. Segala tulisan dan memo penting pun terekam rapi di sana. Dengan melihatnya, otomatis kesukaan akan kenangan lampau terputar kembali.
Banyak cerita menghangatkan. Foto-foto itu tiba-tiba berbicara, mengulas sejarah. Sesekali, tanpa dicari, media sosial juga memunculkan foto sejarah itu di tampilan muka akun kita.Â
Kebebasan berpendapat
Dalam dunia nyata, ada banyak batasan yang membuat kita tidak leluasa berpendapat. Kegagapan berbicara karena takut dan tidak percaya diri seusai menatap langsung wajah seseorang, ketidaksempatan ngomong sebab tidak ada waktu, dan lainnya.
Sementara di media sosial, kita hanya menatap layar dan banyak waktu untuk merangkai kata. Sejatinya, seluruh orang bebas berpendapat. Ini pun hak asasi manusia. Lewat media sosial, ini dapat dipenuhi. Akun kita bebas berbicara segala macam, sesuai apa yang terpikirkan otak. Bagi yang bijak, mempertimbangkan satu dua rambu.
Seluruh penyebab adiksi itu berhasil mempertahankan eksistensi seseorang dalam dunia maya. Segala perilaku dan ucapan yang timbul olehnya lewat akunnya, membentuk penilaian orang atas karakternya.
Apakah dia pribadi yang baik dan bijak atau orang yang seenaknya ngomong ngalor ngidul dan hanya mencurahkan emosi sesaat? Ini bisa menjadi pertimbangan orang lain, memutuskan tetap atau berhenti berteman dengannya.
Pada harapan, orang ingin tampil baik di media sosial. Satu dua kepalsuan muncul. Hal-hal yang bukan dirinya di dunia nyata, diubahkan sedemikian rupa di sana, agar tercitra dan terjaga nama baik. Pada kenyataan, pengendalian diri sesekali tidak maksimal. Timbul pula beberapa hal buruk di sana.
Akhirnya, semua kembali ke kita, sebagai pengguna. Bila kita telanjur adiksi, alangkah lebih baik jika yang kita lakukan sebagian besar memberikan manfaat. Jangan sia-sia, banyak waktu terbuang di sana.
...
Jakarta
8 Mei 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H