hari Kartini, tidak afdal bila saya tidak ambil andil menulis sesuatu tentangnya. Bagaimana tidak? Saya lahir di kabupaten yang sama dengan Raden Ajeng (RA) Kartini lahir, yaitu Jepara, seratus lebih beberapa tahun setelah Beliau. Saya tinggal di Kecamatan Tahunan.
BicaraBukan hal aneh jika ditemukan, bagaimana bisa nama saya begitu Batak, tetapi lahir di Jawa? Banyak orang Batak telah merantau dari kampungnya dan kedua orangtua saya salah satunya.
Mama saya seorang pendeta pembantu -- beralih jadi ibu rumah tangga dan melayani di gereja, sedangkan bapak seorang sopir penginjilan. Bagaimana Tuhan mempertemukan mereka? Jawabannya ajaib, dan jika diceritakan, nanti kelamaan.
Saya dari kecil hingga SMA, menempuh pendidikan di Jepara. Saya hafal benar, bagaimana riuh rendah sekolah-sekolah menjelang hari Kartini tiba. Salon-salon akan ramai dengan janji percantikan wajah anak-anak. Pedagang makanan dan minuman akan bertumpuk-tumpuk secara tiba-tiba memenuhi alun-alun.
Tempat penyewaan pakaian adat pun demikian. Bila tidak jauh-jauh hari memesan, kemungkinan kehabisan. Ya, di Jepara, waktu saya kecil dulu, selalu ada pawai atau karnaval, memperingati hari jadi Kartini, pahlawan emansipasi wanita itu.
Anak-anak sekolah mulai TK sampai SMA akan berpakaian adat, berjalan dari alun-alun kabupaten, melewati rute tertentu dan terbatas panjangnya, dilihat oleh petinggi daerah, dan kembali lagi ke alun-alun.
Kendati berpanas-panasan, semua bersukacita dan bangga akan RA Kartini. Meskipun Jepara adalah kota kecil, terletak di pucuk atas provinsi Jawa Tengah -- tidak bisa ke mana-mana lagi, ada seorang wanita yang namanya begitu harum, membesarkannya.
Setidaknya ada tiga lokasi di Jepara yang berkaitan erat dengan RA Kartini. Pertama, Museum RA Kartini, berlokasi di alun-alun kabupaten, dan berisi sejarah keluarga Beliau. Kedua, Pendopo Kabupaten Jepara, tempat Beliau tinggal dahulu dan menjalani kehidupannya. Ketiga, Monumen Ari-Ari Kartini, di daerah kecamatan Mayong, tempat plasenta Beliau ditanam.
Secuplik cerita RA Kartini
RA Kartini merupakan putri dari Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibunya bernama M. A. Ngasirah, seorang guru agama di Teluk Awur, Jepara. Hingga umur 12 tahun, Beliau bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) dan belajar bahasa Belanda.
Setelah itu, Beliau harus tinggal di rumah karena proses pingitan. Karena bisa berbahasa Belanda, di rumah, Beliau belajar sendiri dan menulis surat-surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda, salah satunya Rosa Abendanon.
Dari hasil membaca, Beliau tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Buah pemikiran Beliau, ditorehkan dalam bentuk tulisan, dengan karyanya yang terkenal berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Beliau meninggal pada usia 25 tahun di Kabupaten Rembang.
Kartini hebat saya
Habis Gelap Terbitlah Terang. Bila diterjemahkan, seusai masa sulit, pasti muncul masa yang membahagiakan. Sesukar apa pun masalah, lewati saja, karena pasti ada jalan keluarnya, bila kita bertahan menghadapinya.
Demikian pula prinsip Kartini saya, Mama saya. Beliau selalu percaya, berjalan bersama Tuhan, selalu ada solusi dalam setiap masalah. Beliaulah yang mengajar kami untuk tidak mengandalkan diri sendiri dan berserah, memohon pertolongan dariNya, atas setiap peristiwa sukar yang terjadi.
Dalam doa-doa Beliau, selalu tersebut nama kami, saya dan ketiga kakak saya. Tanpa doa itu, saya yakin, saya tidak akan panjang umur dan tidak mampu meraih kesuksesan sampai sejauh ini.
Secuil balasan
Ketika saya sudah bekerja, puji Tuhan, saya beroleh berkat. Selintas saat itu, tersirat di benak, keinginan untuk mengajak Beliau jalan-jalan, ke kampung halamannya, di Medan, bertemu adik bungsunya.
Dari sana, kami beranjak ke Danau Toba. Saya kaget hingga tidak percaya, ketika di danau, Beliau bilang bahwa seumur hidupnya, sejak Beliau di pulau Sumatera, sebelum merantau ke Jawa, tidak pernah sama sekali ke Danau Toba. Terlihat ekspresi yang begitu gembira, selama berekreasi di sana.
Kami juga mampir ke pulau Samosir, pulau yang terletak di tengah danau. Kami berfoto bersama Sigale-gale. Selain itu, kami mengunjungi objek wisata Bukit Gundaling di Kabupaten Karo, tepat sebelum Gunung Sinabung meletus. Kami nikmati pula salah satu pemandian air panas di sana.
Saya tahu, sampai kapan pun Kartini akan dikenang sebagai salah satu pahlawan wanita yang berjasa di negara ini. Begitu juga Mama saya. Pahlawan wanita yang berjasa membentuk pribadi dan karakter saya.
Saya tahu pula, segala yang kita perbuat, tidak bisa membalas jasa-jasa Beliau. Hanya secuil, dari tidak terhingga kasihnya. Semoga para pahlawan wanita baik di keluarga saya maupun Anda, sehat selalu dan beroleh perlindungan dari Yang Maha Kuasa.
...
Jakarta,
22 April 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H