Siapa sangka, wajah bocah di foto atas, bertahun-tahun kemudian, terbiasa berani bicara di depan umum? Bocah yang pertama kali takut disuruh Mamanya untuk bernyanyi, mengisi acara gereja, saat hiburan seusai ibadah selesai.
Saat itu, si bocah takut melihat para jemaat. Takut ditatap wajah-wajah yang berharap penampilan bagus darinya. Takut berdiri sendiri di depan panggung. Ketakutan seorang bocah yang bisa-bisanya hilang karena satu perkataan Mama.
"Anggap saja, Ras, orang di depanmu itu batu. Kamu bernyanyi di depan batu. Tidak perlu takut," ujar Mama waktu itu.
Sejak itu, si bocah, seiring pertambahan jam terbang bernyanyi, dari panggung ke panggung gereja, lama-kelamaan semakin asyik dan nyaman memegang mik dan dilihat banyak orang.
Kebiasaan itu dibawanya sampai dewasa. Ketika ia diberi tugas untuk memberi materi sosialisasi ke daerah, perkataan Mamanya selalu diingatnya. Tetapi, dengan sedikit modifikasi, bahwa batu-batu itu bisa bicara.
Selain itu, ia juga melakukan beberapa hal berikut, agar penampilannya semakin mantap:
Pelajari materi sebaik-baiknya
Ia tidak ingin mengecewakan peserta yang telah mengundangnya. Ia mau kehadirannya dapat menjelaskan secara maksimal dan menjawab sebisa mungkin seluruh pertanyaan peserta.
Oleh sebab itu, ia memperdalam teknis materi yang akan disosialisasikan, memperluas wawasan dengan membaca literatur, serta meramu sejumlah pengalaman dari kisah peserta sosialisasi sebelumnya.
Ia akan bicara hal-hal yang dikuasainya dan tidak berpura-pura pintar menjelaskan hal-hal di luar pengetahuannya. Ia begitu puas bila selesai sosialisasi, para peserta dapat tercerahkan.