"Cerpen lagi, cerpen lagi. Ada tidak yang bisa ditulis selain cerpen?" Mungkin itu salah satu pertanyaan yang timbul di benak Anda setelah tulisan ini tayang. Saya memahaminya. Sebagian besar tulisan saya memang membahas cerpen.
Di profil saya pun, tertulis cerpenis. Tertulis pula lima buku yang telah saya tulis -- satu terbaru mengantre terbit. Total 109 cerpen dibukukan. Telah direkam 109 kisah. Beribu-ribu kata selesai diabadikan.
Saya juga telah menggoreskan manfaat dari kehadiran cerpen. Secara khusus, dalam artikel Apakah Cerpen Sekadar Curhat?, diterangkan bahwa cerpen selain untuk curhat, juga untuk melestarikan budaya, membahas mitos, merekam sejarah, dan sarana penjaga moral.
Bila dibukukan, bisa pula menambah isi pundi-pundi sesudah terjual. Cerpen yang saya tuliskan di Kompasiana efektif pula menambah jumlah teman sesama penulis. Ada yang sesama cerpenis, ada pula ahli di bidang masing-masing.
Nah, masih ada lagi manfaat cerpen yang ingin saya bagikan. Mungkin ini bisa membuat Anda tergiur untuk berkiprah di dunia literasi melalui karya cerpen. Izinkan saya bercerita seputar dunia kerja saya, setelah menggeluti cerpen.
Terbiasa memperhatikan detail
Cerpenis suka memperhatikan detail. Selain untuk menambah bahan cerita, biasa untuk mengarahkan imajinasi pembaca lebih jelas atas sesuatu. Semisal:
...Jin itu ia letakkan begitu saja di atas meja. Warnanya yang biru kehijau-hijauan mulai memudar. Ada sobekan panjang di bagian tengahnya, tepat pada pembungkus lutut. Di saku sebelah kiri, tersimpan beberapa bolpoin. Bagian bawahnya terlipat, menekuk ke dalam...
Ketika cerpenis menggambarkan penampakan jin dengan jelas, secara langsung pikiran pembaca pasti terang. Tahu jin itu seperti apa, warnanya bagaimana, bentuknya masih utuh atau tidak, dan apa saja yang tersimpan di sakunya.
Cerpenis benar-benar memperhatikan detail. Dalam dunia kerja, saya merasakannya. Bila memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain, hal-hal kecil meski tidak tertulis akan teringat dengan mudah. Terutama alat-alat tulis kantor. Di mana menyimpannya dan akan dipindahkan ke mana.
Meningkatkan kemampuan berbahasa
Sering menulis dan membaca cerpen, pasti kosakata kita bertambah. Seperti kata "menjelaskan", bisa kita pilih kata lain yang hampir sama maknanya, semisal menggambarkan, menerangkan, memaparkan, membabarkan, menguraikan, dan lainnya.
Kata-kata baku tersebut dengan sendirinya terekam dalam otak. Saya jadi tidak menemui kesulitan ketika menulis nota dinas resmi di kantor. Tanda baca pun, karena saya membiasakan jeli menyunting setelah menulis cerpen, sebagian besar tepat di nota tersebut.
Terlatih berpikir kritis
Ketika mengarang cerpen, saya terbiasa menjawab enam pertanyaan seputar isi cerpen. Apa, di mana, mengapa, kapan, bagaimana, dan siapa. Bahasa Inggrisnya, 5W1H. Sudah saya tuliskan tersendiri itu dalam artikel Memperdalam Konflik Cerpen dengan "5W1H".
Saya melatih otak berpikir kritis. Menemukan jawaban-jawaban masuk akal atas pertanyaan yang terlintas. Di kantor, saya tertolong. Mudah menganalisis berita. Terbantu memecahkan masalah yang diberikan atasan. Otak saya seperti teratur begitu saja. Tidak mudah membuat kesimpulan sebelum keenam pertanyaan itu terjawab.
Mengasah simpati dan empati
Di cerpen, saya bisa menjadi siapa saja dengan perasaan apa saja. Bisa jahat, bisa pula baik. Bisa senang, bisa pula sedih. Bisa menjadi orang yang dikagumi, bisa pula menjadi berandalan.
Saya mencoba menempatkan diri pada semua tokoh. Mencoba mengerti perasaan perempuan dan menguraikan mengapa laki-laki sulit mengutarakan perasaan. Mengapa mereka hanya berkutat dan mengutamakan logika?
Tentu, itu dari hasil membaca. Di kantor, saya jadi mengerti, bagaimana menjaga perasaan perempuan, mengatur tingkat candaan, memperlakukan orang yang kesusahan, berpikir dan berkata sehati-hati mungkin agar tidak melukai orang, dan lainnya, yang semua itu pernah saya tuliskan dalam cerpen.
Terkenal dan disegani
Terakhir, ini efek bonus. Teman sekantor telah mengenal saya sebagai seorang cerpenis. Banyak yang kagum atas produktivitas saya menulis. Banyak yang heran mengapa saya rajin menulis. Selain itu, ada yang membeli buku saya.
Satu kata jawaban saya bagi mereka. Cerpen adalah bukti cinta saya pada Bahasa Indonesia. Begitulah cinta, bila membara, apa pun dikerjakannya. Sering tidak mengenal lelah.
Demikianlah cerita saya. Saya menulis ini tidak atas dasar cocoklogi. Ah, kebetulan pas mungkin. Tidak. Manfaat yang saya alami terjadi begitu saja, seiring waktu berjalan dan bertambahnya karya cerpen saya.
Bila Anda tidak percaya, buktikanlah sendiri. Cobalah dan teruslah menulis cerpen. Niscaya, apa yang saya tuliskan ini, akan Anda alami.
...
Jakarta
16 April 2021
Sang Babu Rakyat Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI