Derita demi derita itulah yang saya temui setiap hari. Saya sudah tidak punya air mata, saking terlalu seringnya menangis. Dan kali ini, saya tidak suka mereka menangis lagi. Apalagi, ibadah Paskah. Mereka pasti menangis, karena Yesus disalib.
"Oma-oma yang disayangi Tuhan, malam ini kita memperingati ibadah kematian Yesus di kayu salib. Mari kita renungkan pengorbanan-Nya menebus kita dari dosa-dosa," Pak Pendeta mulai berkhotbah.
Tepat seperti yang saya kira. Alunan musik mendayu-dayu terdengar. Para penyanyi menyanyikan lagu sendu. Satu demi satu oma itu menangis. Mereka tidak tahan dengan begitu menderitanya Yesus, menanggung dosa mereka. Mereka tidak menyangka, ada manusia yang tega menyerahkan dirinya, berkorban bagi mereka. Mereka begitu sedih, dan terus sedih, karena Yesus sudah mati.
Saya juga sedih. Namun, tidak ada air mata mengalir. Saya mungkin tidak tahu apakah sebetulnya saya sedih atau tidak. Yang pasti, suara saya sedikit terbata-bata. Jujur, saya tidak berharap oma-oma itu terus-terusan sedih.
"Tetapi, tenang, Oma. Yesus memang mati. Tetapi, Dia bangkit pada hari ketiga. Dia menang atas maut!" seru pak Pendeta.
Seorang oma yang sudah pikun bertanya, "Jadi, Yesus tidak mati, Pak?"
"Dia sudah bangkit, Oma. Dia telah mengalahkan maut."
Oma itu tiba-tiba tersenyum. Dia terharu, Tuhannya begitu hebat. Sejenak, saya tidak melihat kesedihannya. Mungkin dia melupakan anaknya yang nakal itu. Oma-oma di sekitarnya pun begitu. Hanya ada pujian akan kekaguman atas perbuatan Tuhan yang luar biasa.
...
Jakarta
4 April 2021