Perempuan itu lekas mengambil dompet. Sisa-sisa uang berwarna biru yang sudah kumal diambilnya begitu saja. Bukankah uang memang hanya sebuah alat untuk beroleh kebahagiaan?
"Cukup?"
"Cukup. Besok saya belikan. Kamu tunggu di sini. Orang pintar itu tidak boleh ditemui sembarang orang. Apalagi kamu yang begitu menyeramkan ini. Nanti ilmunya hilang."
Anak gadisnya tertawa. Perempuan itu kembali termenung. Meskipun temannya berusaha melawak, perempuan itu tetap sulit tertawa, bahkan sekadar tersenyum.
Keesokan hari, temannya datang lagi. Ia menggenggam dua kantung plastik berisi obat berbentuk kotak kecil, hampir mirip tablet. Satu berwarna biru, satu lagi putih.
"Lin. Ini obat dari orang itu. Yang biru kamu minum."
"Terus?"
"Nanti kamu akan tidur. Lalu bermimpi."
"Dalam mimpimu, kamu tidak akan menemukan kesedihan. Kamu bahagia dan terus bahagia, bahkan kamu bisa memperoleh apa yang kamu inginkan. Membalaskan semua dendammu, tidak ada yang larang."
"Serius?"
"Saya tidak bohong. Saya sudah pakai obat ini. Saya juga banyak masalah seperti kamu. Karena obat inilah, saya bisa bertahan."