Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Rapat Para Babu

29 Maret 2021   19:43 Diperbarui: 29 Maret 2021   20:15 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Benar itu," timpal si pengasuh bayi, "nanti kalau kita dipecat nyonya bagaimana? Syukur-syukur lho kita bayarannya sudah bagus seperti ini. Sekarang cari pekerjaan sulit."

Si sopir hanya tersenyum. Ia mengisap rokoknya kuat-kuat, lalu mengembuskan asapnya.

"Tapi apa kalian tega tuan diselingkuhi? Selama ini tuan begitu baik sama kita. Dia sering kasih bonus. Sudah sewajarnya kita balas perbuatannya, dengan memberi tahu yang sebenarnya. Nanti kalau kita diam, lalu tuan tahu kita tidak memberitahunya, malah bisa lebih parah nasib kita," ujar tukang kebun dengan berapi-api. Dia ingat, karena tuannya begitu sering memberinya uang, istrinya di kampung bisa melahirkan selamat. Anak pertamanya lulus sekolah. Dia selesai membangun rumah.

"Itu kan urusan keluarga orang. Kamu toh juga cuma babu di sini. Babu ya babu. Ngapain babu ngurusin percintaan majikan?" kata pengasuh bayi.

Si tukang kebun menghela napas. Dadanya begitu sesak. Ada perasaan marah menumpuk mengingat kenakalan nyonya, ada pula simpati mendalam, betapa sedihnya tuan ketika dia tahu telah diselingkuhi.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Kasihan tuan!" seru tukang kebun semakin keras.

Pak sopir akhirnya membuka suara.

"Sudahlah. Kamu makan dari mana? Sok berlagak jadi pahlawan. Hati-hati kamu, kalau gara-gara kamu ngomong, kita bertiga dipecat, saya bunuh kamu."

Si tukang kebun terdiam. Dadanya tambah sesak. Dia merasa terdesak dan takada yang mendukungnya. Sementara si koki dan pengasuh bayi malah berbincang sendirian. Ia merasa terabaikan.

"Deng...deng...deng"

Terdengar suara lonceng jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun