Bila saya bosan, saya bisa menggantinya dengan mata pengelana dari Arab itu. Meskipun memang suasana di sana panas dan begitu kering, tetap saja sesekali ada sensasi berbeda yang ingin saya rasakan, bisa menjadi cerita yang membanggakan, meskipun terkadang dianggap bualan oleh teman-teman di kantor saya.Â
Sebagian percaya, karena saya bisa menjelaskan bagaimana unta itu kawin, bagaimana para pengembara begitu menghargai sebotol air minum daripada sebongkah emas, bagaimana tanaman begitu sulit tumbuh di sana. Bahkan, gerak-gerik kadal-kadal kecil yang melaju cepat di atas pasir yang begitu panas saya bisa jelaskan baik.
"Ah, jangan membual kamu. Utang saja belum kamu bayar. Kamu cuma pegawai rendahan di sini. Kamu kebanyakan nonton tv," kata teman saya yang juga atasan saya, pada suatu siang ketika bekerja di kantor.
Dia tidak pernah percaya dengan cerita-cerita saya seputar luar negeri. Saya tidak ambil pusing. Masih ada yang terpukau dan setia mendengarnya. Bukankah memang seharusnya kita lebih memperhatikan orang yang bisa mendengar kita?
Sekali lagi, betapa beruntung orang berduit itu malam ini. Saya ingin benar merasakan matanya seusai pulang baru dua hari dari Swiss. Pasti rekaman keindahan-keindahan yang saya hanya lihat di tv, masih terpotret jelas di matanya.
Apakah kamu baru selesai liburan dari Swiss? Apakah kamu begitu senang dan sempat tidak ingin kembali--mungkin juga saya, karena matamu merekam baik dan tergila-gila bahkan kecanduan dengan semua pemandangan alam yang menakjubkan di sana?
Bila iya, izinkan saya sejenak merasakannya. Kamu pasti peduli dengan keadaan saya yang pas-pasan dan sulit keluar negeri ini. Bolehkah saya datang ke tempatmu dan mencungkil kedua bola matamu?
...
Jakarta
27 Maret 2021
Sang Babu Rakyat