Dalam menekuni bidang tertentu, adakalanya seseorang menjadi bosan. Ketika makan--yang kita tahu setiap hari pasti makan--bila lauknya sama, bisa timbul rasa malas untuk makan.
Begitu juga menulis. Apa yang kita tulis kemarin, sekarang, dan besok, bila itu-itu saja, saya yakin kita cepat meletakkan pena. Manusia memang suka dengan yang baru.
Saya pun demikian. Ketika sudah serentetan menulis cerpen, saya lebih memilih menulis catatan untuk menyegarkan diri. Kali ini adalah poin-poin yang saya temukan, setelah direnungkan adalah sebagai tantangan yang harus saya taklukan, agar tidak cepat meletakkan pena.
Memperbanyak kosakata
Saya tebak para pembaca termasuk saya, suka dengan kata-kata yang tidak berulang. Kata yang mengandung informasi baru dan bentuk berbeda, ampuh memikat pembaca untuk lebih lanjut membaca sampai akhir.
Kebosanan bisa dihindari dengan semakin memperkaya kosakata. Menuliskan kata-kata yang sama maknanya dan merupakan sinonim, itu lebih menarik daripada hanya satu kata dan dipakai terus-terusan.
Semisal, penggunaan kata "selalu". Dalam cerpen, saya pakai kata lain yang hampir mirip, seperti: kerap, sering, berkali-kali, berulang kali, dan terus-menerus. Oleh sebab itu, kamus kerap menjadi teman baik saya ketika menulis.
Merangkai kata-kata
Bila susunan kalimat hanya saklek SPOK (Subjek-Predikat-Objek-Keterangan) sederhana, saya sendiri sebagai pembaca lebih cepat bosan. Terkesan kaku dan minim keindahan. Memang, kalimat sebaiknya ada keempat unsur itu.
Tetapi, bila tidak dikreasikan dan dirangkai sedemikian rupa, maka imajinasi pembaca tidak akan bermain, sementara kita tahu, keindahan cerpen salah satunya diukur dengan seberapa apik imajinasi penulis.
Semisal: "ibu membeli pisang di pasar". Saya akan merangkainya lebih indah dan menarik.
"Dengan langkah tertatih-tatih, bersama hawa dingin dan matahari yang belum muncul subuh itu, ibu bergegas pergi ke pasar membeli pisang, agar kemarahan ayah tidak kembali berulang."
Jadi muncul banyak pertanyaan dari kalimat itu. Mengapa ibu tertatih-tatih? Mengapa harus subuh-subuh? Mengapa pula pisang bisa membuat ayah tidak marah? Ini pancingan agar pembaca terus membaca.
Mempercantik ide
Saya rasa tidak sekadar cerpenis yang butuh ide. Semua penulis pasti memerlukan ini. Satu kalimat cukup, tidak perlu banyak-banyak. Yang penting, dikembangkan secara menarik dan tentunya unik.
Mencari ide di mana saja bisa, kapan pun, dan bersama siapa, terserah. Bertukar pikiran dengan teman, membaca buku bacaan, menonton televisi, dan lain sebagainya. Sebisa mungkin ide yang ditangkap tidak biasa, untuk menghindari pembaca dan penulis bosan.
Contohnya, A.A. Navis menulis cerpen "Malin Kundang, Ibunya Durhaka". Ini menarik dan unik bagi saya, karena yang saya tahu, Malin Kundang yang durhaka. Seperti apa bila ibunya durhaka?
Menyiratkan pesan moral
Banyak bacaan sudah menuliskan nasihat, contohnya kitab suci, buku pelajaran, buku agama, buku motivasi, dan lainnya. Cerpen sebagai salah satu karya sastra, memang seharusnya mengandung pesan moral agar pembaca mendapat manfaat dan terinspirasi kehidupannya.
Tetapi, tidak hanya nasihat yang diharap pembaca. Ada pula cerpen yang menghibur karena mengandung lelucon. Cerpen emosional yang mampu menggugah rasa karena mengulas cinta. Itu pun sama menariknya.
Oleh sebab itu, saya terus berlatih agar tidak memberatkan pembaca dengan menyuratkan nasihat demi nasihat dalam cerpen. Tetapi, lebih ke arah berbagi cerita yang sama-sama mungkin pernah kita alami dan sekelumit pertanyaan yang diharapkan bila dijawab bisa mengubahkan dan mencerahkan. Lebih baik memang kita tidak saling mengajari, tetapi sama-sama belajar dan merenung.
Investasi waktu
Saya berani bertaruh, tidak ada penulis yang bisa menulis banyak karena membaca sedikit. Mereka yang sudah berpuluh-puluh bukunya, setidaknya minimal jumlah itu pula buku-buku yang mereka baca.
Saya pun begitu. Berusaha menaklukkan diri, terutama untuk hal-hal yang tidak terlalu penting, demi memperlancar saya terus berkarya menulis cerpen.
Belajar dari banyak pengarang, sungguh menambah banyak wawasan. Oleh sebab itu, saya suka mengumpulkan buku antologi cerpen, terutama cerpen-cerpen pilihan Kompas.
Demikianlah sedikit catatan tentang tantangan-tantangan yang saya hadapi sejauh ini dalam menulis cerpen. Catatan ini juga sebagai pengingat bagi saya, untuk terus memacu diri, semakin berkembang dan berkembang, agar saya sendiri tidak jenuh menulis cerpen.
Mana tahu, bermanfaat bagi Anda.
...
Jakarta
19 Maret 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H