Semisal: "ibu membeli pisang di pasar". Saya akan merangkainya lebih indah dan menarik.
"Dengan langkah tertatih-tatih, bersama hawa dingin dan matahari yang belum muncul subuh itu, ibu bergegas pergi ke pasar membeli pisang, agar kemarahan ayah tidak kembali berulang."
Jadi muncul banyak pertanyaan dari kalimat itu. Mengapa ibu tertatih-tatih? Mengapa harus subuh-subuh? Mengapa pula pisang bisa membuat ayah tidak marah? Ini pancingan agar pembaca terus membaca.
Mempercantik ide
Saya rasa tidak sekadar cerpenis yang butuh ide. Semua penulis pasti memerlukan ini. Satu kalimat cukup, tidak perlu banyak-banyak. Yang penting, dikembangkan secara menarik dan tentunya unik.
Mencari ide di mana saja bisa, kapan pun, dan bersama siapa, terserah. Bertukar pikiran dengan teman, membaca buku bacaan, menonton televisi, dan lain sebagainya. Sebisa mungkin ide yang ditangkap tidak biasa, untuk menghindari pembaca dan penulis bosan.
Contohnya, A.A. Navis menulis cerpen "Malin Kundang, Ibunya Durhaka". Ini menarik dan unik bagi saya, karena yang saya tahu, Malin Kundang yang durhaka. Seperti apa bila ibunya durhaka?
Menyiratkan pesan moral
Banyak bacaan sudah menuliskan nasihat, contohnya kitab suci, buku pelajaran, buku agama, buku motivasi, dan lainnya. Cerpen sebagai salah satu karya sastra, memang seharusnya mengandung pesan moral agar pembaca mendapat manfaat dan terinspirasi kehidupannya.
Tetapi, tidak hanya nasihat yang diharap pembaca. Ada pula cerpen yang menghibur karena mengandung lelucon. Cerpen emosional yang mampu menggugah rasa karena mengulas cinta. Itu pun sama menariknya.
Oleh sebab itu, saya terus berlatih agar tidak memberatkan pembaca dengan menyuratkan nasihat demi nasihat dalam cerpen. Tetapi, lebih ke arah berbagi cerita yang sama-sama mungkin pernah kita alami dan sekelumit pertanyaan yang diharapkan bila dijawab bisa mengubahkan dan mencerahkan. Lebih baik memang kita tidak saling mengajari, tetapi sama-sama belajar dan merenung.