Pemandangan saya sehari-hari hanya melihat mereka--saya rasa hampir semua kucing di kota saya--mengantre, berjumlah ratusan itu, membeludak memenuhi teras rumah kami, menunggu biskuit ikan dan daging sapi dari kakak. Dasar kucing biskuit!
Lama-kelamaan, karena tidak ada pemangsa, populasi tikus di kota saya bertambah cepat dan merajalela. Sebagian warga terus mengeluh karena barang-barang mereka banyak rusak digigit tikus.Â
Sebagian lagi terserang penyakit pes, termasuk saya. Sampai-sampai, saya harus terkapar seminggu di rumah sakit. Kakak masih terus saja memberi makan kucingnya dengan biskuit.
Bapak, ibu, dan saya ingin sekali melarang kebiasaan kakak membiasakan kucingnya makan biskuit. Tetapi, bagaimana kami berbicara, sementara biaya hidup kami ditanggung olehnya? Biaya sekolah saya dipenuhinya?
Di satu sisi, saya ingin menjadi seperti kucing kakak. Diperhatikan dan disayang setiap hari. Di sisi lain, ingin saya bunuh dan bakar semua kucing itu. Tega-teganya dia lebih mencintai kucingnya daripada kotanya sendiri.
...
Jakarta
27 Januari 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H