Sampai jumpa minggu depan. Jaga kesehatan. Aku rindu padamu, Rinta.
***
Hai, Yang. Aku di sini baik-baik saja. Aku ketemu banyak orang baru. Beberapa di antaranya sangat mengasyikan. Aku dan mereka memutuskan menyewa sebuah rumah untuk ditinggali bersama-sama.
Bagiku, seperti lebih murah dibanding harus kos satu kamar. Apalagi, kami bisa lebih dekat. Persahabatan semakin erat. Ada Sinta, Desi, Susi, dan teman-teman wanita lain yang tidak kalah serunya.
Sayangnya, ibu pemilik kontrakan cerewet sekali. Dia tinggal tepat di samping kontrakan. Bila kami tertawa terbahak-bahak ketika berbincang, dia akan cepat-cepat masuk lewat pintu belakang. Mendatangi kami.
"Tolong diam ya, sudah malam!"
Selain itu, dia orang pertama yang akan jengkel bila melihat ada sampah berserakan di teras kontrakan. Desi pernah kena semprot, karena terlihat tidak sengaja menjatuhkan tisu di sana.
"Ayo diambil. Jangan buang sampah sembarangan!" Suaranya yang seperti bebek selalu mewarnai hari kami. Seakan-akan, ingin mengambil kebahagiaan kami.
Pertama, kami merasa kurang nyaman. Lama-kelamaan, kami hanya tertawa kecil mendengar setiap ocehannya. Lucu juga, sudah bayar tetapi banyak kekangan.
Bukankah kami juga membeli kebebasan di rumah ini? Akhirnya, saking sebal, ibu kontrakan yang cerewet itu menjadi tokoh utama di cerpen terbaruku. Hampir selesai kutulis. Kamu harus baca, Yang! Betapa senangnya diriku membalas dendam semua ocehan wanita tua itu.
Di sisi lain, ada untungnya juga kami mengontrak. Ketika tugas senior datang, kami bisa dengan gampang bertukar pikiran. Ide-ide liar muncul. Bahkan, pernah ada inisiatif dari Sinta untuk ngerjain salah satu senior itu. Kakak pembina yang sangat menyebalkan.