"Aman, Pak" Anak tertua menjawab. "Tadi baru selesai pukul dua, Pak" Anak kedua merengut. Dia kesal, mengantre daftar ulang sedari pagi baru selesai siang hari.
"Kalau kamu?" Tanyanya pada si bungsu. "Sudah selesai Pak, lancar sedari pagi. Yang daftar hari ini sedikit, jadinya cepat deh" Sangat berbeda dengan anak tengah.
"Ya sudah, ayo kita makan" Mereka pun makan bersama. Di meja makan, ibu sudah menunggu dengan sepiring ikan tongkol pedas, sayur kangkung, sop ayam, dan beberapa krupuk. Makanan rumahan kesukaan Pak Toto. Keluarga itu memang terbiasa makan bersama.
Keesokan pagi, tampak sebuah mobil mewah terparkir di depan toko. Keluar dari pintu depan, seorang lelaki yang Pak Toto kenal betul. Dodi, teman semasa SMP-nya.
Dodi terhitung orang kaya raya di kota itu. Perusahaannya tak bisa dihitung dengan jari. Rumahnya ada di setiap sudut kota. Tanahnya apalagi. Menjamur di sana sini.
"To, gimana kabar? Wah, makin laris aja ini toko?" Dodi membuka basa-basi.
"Baik-baik saja. Syukurlah" Toto keluar dari toko sejenak. Menjamu kawan SMP-nya itu.
"Gimana kalau kita kerja sama? Toko ini kan banyak pelanggan, kita perluas saja dan buka cabang di seluruh penjuru kota. Nanti aku bantu modal deh" Hanya pikiran untung, untung, dan untung yang ada di kepala Dodi.
Toto merenung sejenak.Â
"Hmmm... Gag usah Dod. Terima kasih" Dia menolak tawaran.
"Kenapa?" Tanya Dodi keheranan. Jarang-jarang ada orang menolak tawarannya. Biasanya, dua detik langsung mengiyakan. Secara, dia orang kaya raya.