Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pahlawan Sunyi

8 November 2020   12:57 Diperbarui: 8 November 2020   13:13 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kesemua penghuni alam, aku berani bilang, aku yang paling tidak pernah mengeluh. Derita dalam suara, hanya digaungkan oleh kawanku, binatang dan manusia. Setiap hari, selalu kudengar mereka berteriak dan mengaduh.

Mereka bergelut dengan masalah. Yang diciptakan sendiri dari ego pribadi. Terkadang, masalah kecil jadi besar, yang besar tidak terselesaikan. Terlalu rumit hingga peluh yang dikeluarkan.

"Apakah aku terganggu?" Tidak sama sekali. Bukan berarti aku tidak peduli. Begini-begini, kendati diam, aku sayang mereka. Mungkin memang takdir Pencipta, seperti ini peranku di dunia. Menderita melalui cinta. 

Ketika aku melihat banyaknya karbon bertebaran di udara, aku tak tega bila kawanku kebanyakan menghirupnya. Kuserap mereka dan kuganti dengan yang terbaik. Oksigen.

Selain itu, aku juga berusaha menghadirkan keteduhan dan keindahan di sekitar mereka. Mereka kulindungi dari panas matahari dan basahnya hujan, dengan batang pohonku yang tinggi besar. 

Dedaunan yang hijau, bunga berwarna-warni, buah yang lezat, juga mereka nikmati. "Menyegarkan mata" Bisik salah satu dari mereka.

Sayangnya, di tengah perjuanganku, hanya sedikit dari mereka yang memedulikanku. Perhatian mereka sudah habis dimakan masalah. Namun, aku tetap berpikir baik, suatu saat mereka akan sempat. 

Makin ke sini, kulihat takada perubahan. Semakin sedikit kawanku yang ada buatku. Bahkan, mereka membuang dan menyelesaikan hidupku, untuk kebutuhan perut mereka. Satu per satu kulihat sesamaku menghilang. 

Apakah dengan begini, aku berubah jahat? Tidak sama sekali. Aku tetap berpikir baik. Aku hanya berusaha menjalani peranku dari Pencipta. 

Dalam sunyi aku bekerja, dalam senyap aku berguna. Sekalipun menderita, aku tetap cinta. 

... 

Jakarta

8 November 2020

Sang Babu Rakyat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun