Dulu, tanggal ini adalah tanggal aku masuk SD. Ibu tidak mengikutkanku TK seperti anak lainnya. "Udah, kamu SD aja langsung" Ketika itu, TK tidak menjadi standar wajib masuk SD. Ada beberapa sekolah mau menerima anak, tanpa sertifikat kelulusan TK. Sekolah ini salah satunya.
Kendati begitu, ibu tidak membiarkanku tidak tahu apa-apa. Dia selalu ada waktu buatku. Dari pagi hingga menjelang malam, di sela-sela aku bermain playstation, dia mengajariku membaca dan menulis. Entah kenapa, aku dilarang bermain di luar rumah.
Tanpa sepengetahuanku, ibu telah membeli baju seragam. Kemeja putih, celana pendek merah, dan topi merah, semua dimasukkan ke tasku. "Besok sekolah ya Nak, belajar yang rajin."
Sontak aku senang sekali. Saat berkumpul dengan teman, selalu kunanti. Betapa indahnya bisa bermain dan belajar bersama-sama.
***
"Anak perek, anak perek." Seorang anak laki-laki mengejekku di sela istirahat hari pertama sekolah. Bu Guru yang mendengarnya langsung menghampiri. Tangannya lekas menutup mulut anak itu. "Gag boleh gitu!!"
"Ibuku bukan perek!" Aku berteriak. Ubun-ubun serasa mau pecah. Kurang ajar dia menghina ibuku. Yang kutahu, ibu berangkat bekerja malam dan pulang subuh. Giliran jaga warung kopi.
Kuambil batu dan kulempar ke arah kepalanya. Sayang, Bu Guru menangkis. Kami berdua langsung dibawa ke sebuah ruangan. "Kalian jangan bertengkar, gag boleh!! Dodi juga, jangan suka ngejek" Dia berceramah dengan berkacak pinggang.Â
"Ayo salaman" Aku membuang mukaku. Tangan kusimpan rapat-rapat di bawah ketiakku. "Gag mau! Dia gag minta maaf Bu." Bu Guru terlihat mencubit telinga Dodi. Karena kesakitan, akhirnya dia minta maaf.
***
Aku jengkel sekali dengan ucapannya. Di sisi lain, aku juga bertanya apa benar ucapannya. Rasa ingin tahu menyelimuti pikiranku. Sampai-sampai, kaset terbaru playstation itu tak selera kumainkan.