"Oh itu. Seekor dua puluh ribu, Mas" Jawab Susi sembari membersihkan akuarium. Sementara ibu, berkunjung ke kios sebelah. Berbincang dengan tetangga, tentang perkembangan kondisi peraturan terkini.
"Kalau ini, Mbak?" Tangan pemuda itu menunjuk ke bibit ikan parrot merah.
"Kalau parrot ukuran segitu Mas, dapatnya empat puluh ribu seekor" Parrot lebih mahal dibanding Oscar, karena lebih besar ukurannya.
"Parrot bisa disatuin dengan Oscar? Kan sama-sama galak tuh, jangan-jangan berkelahi nanti" Si pemuda kembali bertanya.
"Bisa Mas, kendati galak, mereka gesit. Jadi, bisa cepat menghindar bila dikejar. Bagus malah bila satu akuarium. Kejar-kejaran seperti sedang bermain" Susi menjelaskan dengan sabar.
"Oh gitu, oke Mbak." Si pemuda tiba-tiba meninggalkan kios. Di balik punggung pemuda yang mulai menjauh itu, Susi mengepalkan tangan. Di bidikan matanya, kepala pemuda terlihat persis di atas kepalan tangan. "Sial, tanya doang, kagak beli"
Ibu yang melihat kekesalan Susi di sebelah, segera menghampiri dan menenangkan. "Udah gag papa, ngga baik nak seperti itu. Namanya juga jualan, kalau belum laku berarti belum rezeki" Ibu memaklumkan kebeliaan dan kelabilan emosi Susi.
"Habisnya Bu, banyak nanya kagak beli. Emang kerjaan kita ngurusin dia doang"
"Udah-udah, lupakan"
Tiba-tiba telepon genggam ibu berbunyi. Terlihat ada pesan seseorang yang masuk. "Bu, pesan bibit ikan Oscar sepuluh ekor ya, harga biasa. Nanti siang aku ambil ke kios" Setelah membaca, ibu langsung menunjukkan ke Susi. "Tuh lihat, kalau udah rezeki, gag kemana kan?" Susi tersenyum.
Di sela berjualan, mereka bersama para pedagang lain sedang harap-harap cemas. Peraturan yang baru diterapkan, terkait pelarangan penggunaan plastik, sedikit menghantui. Bagaimana tidak? Plastik adalah satu-satunya alat pembungkus ikan jualan mereka. Sampai sekarang, belum ditemukan pengganti plastik sebagai wadah ikan yang memadai.