Siapa yang ingin punya badan ideal? Pasti semua Anda mengacungkan jari, pertanda ingin. Aku juga, hehehe...
Badan ideal tidak bisa terbentuk dengan sendirinya. Perlu usaha dan perjuangan yang tidak sekali dua kali, tetapi berkali-kali. Pernah Anda lihat instruktur olahraga mempunyai badan (mohon maaf) dengan lemak tak beraturan ke sana sini? Sepertinya takada.
Rata-rata mereka berbadan ideal, terbentuk karena konsisten berolahraga. Ya iyalah, memang pekerjaannya seperti itu. Selain kesehatan terjaga, finansial pun terjaga. Enak sekali, hehehe....
Merujuk situs halodoc.com, tertulis rumus menghitung berat badan ideal.
Pria: Berat badan ideal (kilogram) = [tinggi badan (sentimeter) – 100] – [(tinggi badan (sentimeter) – 100) x 10 persen]
Wanita: Berat badan ideal (kilogram) = [tinggi badan (sentimeter) – 100] – [(tinggi badan (sentimeter) – 100) x 15 persen]
Semisal Anda pria, bertinggi badan 180 cm. Maka berat badan idealnya 72 kg ((180-100)-((180-100)X10%). Sementara Anda wanita, bertinggi badan 160 cm. Maka berat badan idealnya 51 kg ((160-100)-((160-100)X15%).
Kita sebetulnya takperlu menjadi instruktur dulu agar berbadan ideal. Tapi kalau Anda tertarik berprofesi seperti itu, ya takapa. Kita cukup berolahraga konsisten membakar kalori dan lemak yang dikonsumsi, diimbangi makan teratur dan sehat.
Lama kelamaan badan akan ideal. Bila serius, bisa berbadan roti sobek, hehehe.... Catatan, lima hal ini perlu diatur dengan tepat agar konsistensi terpenuhi.
Motivasi
Motivasi berolahraga kita seperti apa sih? Ingin olahraga terus diunggah di medsos biar kayak orang-orang gitu? Atau mencari pasangan hidup sesama pecinta olahraga? Tidak ada yang salah dengan itu, hanya bersifat tidak abadi.
Ketika kita menyadari bahwa kesehatan adalah segalanya dan salah satu cara menjaganya adalah dengan berolahraga, itulah motivasi yang tepat dan selalu relevan sepanjang hidup.
Teman
Jangan cari teman pemalas, alias mager, malas gerak. Bila kita tidak lebih rajin darinya, besar kemungkinan kita terseret dengan kemalasannya. Syukur-syukur bisa mengubahnya menjadi rajin.
Tetapi, bila tidak yakin, carilah yang rajin saja. Semangatnya bisa menular kepada kita, sehingga menjaga konsistensi berolahraga. Bukankah bila lebih ramai menjadi lebih semangat?Â
Waktu
Sebisa mungkin berolahragalah ketika stamina fit, tidak dalam posisi kelelahan. Semisal, setelah pulang kerja. Itu kurang pas untuk berolahraga. Tenaga, pikiran, dan semangat sudah terkuras habis ketika bekerja.
Sengajalah sisihkan (bukan sisakan) waktu di hari libur weekend, pagi hari misalnya. Dengan sumber tenaga yang masih fresh, berolahraga bisa lebih optimal.
Lokasi
Berolahraga ada yang indoor, ada pula outdoor. Bila memang harus indoor, semisal bulutangkis, pesanlah lokasi jauh-jauh hari sebelumnya. Supaya tidak kehabisan tempat dan memperlihatkan pula keseriusan berolahraga.
Sementara bila outdoor, semisal lari, cukup cari semisal lapangan luas di sekitar rumah Anda. Bila sekitarnya ada pepohonan rindang, lebih bagus karena lebih sejuk dan lumayan bisa berteduh ketika kecapekan. Aku sendiri suka dengan yang hijau-hijau, terasa menyegarkan.
Perlengkapan
Lari, olahraga yang kata orang paling murah, tetap membutuhkan perlengkapan. Sepatu misalnya. Menghindarkan diri dari potensi terkena cedera kaki. Dengan selamat berolahraga, kita bisa terus-terusan melakukannya.
Ya, olahraga minimal modallah. Pinjam teman pun takapa, sesekali tapi ya, jangan keterusan. Bisa jadi bahan omongan, wakakaka.
Berhubung pandemi, sudah tentu ya, olahraga juga mengikuti protokol kesehatan. Agar, kita terhindar dari virus Corona. Jadi, sudahkah Anda mengatur semua ini? Bila sudah, olahragalah. Mari kita sama-sama memperjuangkan kesehatan kita. Salam sehat.
...
Jakarta
3 Oktober 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H