Tulisan ini tidak bermaksud mengintimidasi perokok, tetapi hanya menyampaikan saran tentang hal yang sebaiknya tidak dilakukan perokok. Semata-mata menghormati kepentingan sesama.
Aku tidak benci perokok. Sama sekali tidak! Aku hanya benci asap rokok dan tidak suka merokok. Iya, aku tidak merokok. Bila ada yang bilang gegara tidak merokok kurang jantan, aku tidak peduli. Aku lebih peduli kesehatanku.
Berawal dari ketidaksukaanku terhadap asap rokok, setiap berkumpul bersama teman, kalau hubungan kami dekat, pasti kutegur dia untuk tidak merokok di depanku. Minimal, asapnya diarahkan tidak ke arahku.
Bila tidak terlalu kenal, aku yang memutuskan agak menyingkir menjauhinya. Semata-mata, tetap untuk menghormati sesama. Aku tidak menghirup asapnya, dan dia tidak terganggu merokok.
Beda ceritanya dengan toilet umum. Pasti Anda sudah tahu bukan, toilet umum itu toilet untuk siapa? Iya, toilet untuk semua orang, tanpa memandang perokok atau bukan. Ada yang unisex, ada pula yang dibatasi perbedaan jenis kelamin.
Bila merujuk ke pustaka.pu.go.id, dijelaskan lebih lanjut, toilet umum adalah sebuah ruangan yang dirancang khusus lengkap dengan kloset, persediaan air, dan perlengkapan lain yang bersih, aman, dan higienis dimana masyarakat di tempat-tempat domestik, komersial maupun publik dapat membuang hajat serta memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis lainnya.
Ukuran ruangnya pun ditentukan standarnya. Untuk buang air besar (WC), memiliki panjang 80-90 cm, lebar 150-160 cm, dan tinggi 220-240 cm. Sementara bila hanya untuk buang air kecil (urinoir), lebar 70-80 cm dan tinggi 40-45 cm. Seyogianya, ada kenyamanan dalam tempat sesempit itu, agar proses pembuangan dapat berjalan dengan lancar.
Nah, di kantorku, pernah kutemui perokok merokok di dalam toilet umum. Aku tak tahu sensasinya, tapi kurasa mereka memilih toilet sebagai tempat merokok pasti ada alasannya. Di tengah kenikmatan membuang, ada pula kenikmatan merokok. Inspirasi pun dikata mereka banyak muncul setelah melakukannya. Klimaks.
Yang jadi masalah adalah pengguna setelahnya. Seperti aku. Di puncak-puncaknya sakit perut yang diderita, dibela-belain lari dari ruangan kerja ke toilet, diakhiri dengan menemukan toilet bekas perokok merokok. Otomatislah, di ruangan sempit itu, masih berbau asap rokok. Mohon maaf, itu sangat tidak nyaman. Mungkin juga bagi beberapa di antara Anda.
Alhasil, aku harus mencari toilet pengganti yang masih murni. Syukur-syukur kalau ada, kalau tak ada? Mau tak mau aku harus menderita menghisap asap rokok yang kubenci itu. Tak ada jalan lain, perut ini tak bisa ditahan rasa sakitnya.
Di luar mengganggu kenyamanan buang hajat, sudah pernah pula kita baca beritanya, perokok pasif juga berpotensi terkena penyakit akibat menghirup asap rokok. Berdasarkan laman alodokter, disebutkan bahwa:
Senantiasa menghirup asap rokok secara pasif dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terserang kanker paru-paru sebanyak 25 persen. Selain itu, perokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada, dan gagal jantung. Asap rokok yang dihirup juga dapat menyebabkan adanya pengerasan arteri, atau yang disebut dengan aterosklerosis. Hal ini dapat disebabkan oleh lemak, kolesterol, dan zat lainnya (seperti bahan kimia pada rokok) yang terbentuk di dinding arteri. Pengerasan pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri dan menghalangi aliran darah.Â
Sekali lagi, tulisan ini tidak bermaksud membenci perokok. Hanya saja, tolonglah merokok pada tempat yang tepat. Termasuk, janganlah di dalam toilet umum. Toilet yang diperuntukkan untuk segala manusia, tidak hanya perokok.
...
Jakarta
26 September 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H