Tulisan ini tidak bermaksud untuk membenarkan segala bentuk kekerasan verbal, termasuk yang terekam di ospek virtual yang lagi viral.
Aku baru tahu, rekaman ospek virtual yang dibagikan temanku via WAG, ternyata viral. Wakakaka, kemana saja diriku? Netizen negara ini memang gampang sekali bereaksi ya, hehehe...
Di rekaman berdurasi 30 detik itu (aslinya), terlihat ada mahasiswa baru (maba) wanita yang dibentak oleh tiga orang seniornya. Dua lelaki dan satu wanita. Gegara masalah ikat pinggang yang tidak bisa ditunjukkan.
Bagaimana reaksiku? Biasa saja. Dulu, aku juga pernah merasakannya. Lebih parah malah. Sialnya memang, ospek ini direkam (ada tulisan "live" di ujung kanan video), sehingga mudah disebarluaskan. Secepat kilat pula, langsung menjadi makanan empuk para netizen. Â
Sebagai orang yang pernah kuliah, seperti kukatakan tadi, zamanku lebih parah. Tak hanya sekadar dibentak, ada penderitaan lain yang seyogianya patut disyukuri karena tidak dirasakan oleh maba yang ikut ospek virtual ini.Â
Tidak panas-panasan
Ospek virtual lebih nyamanlah pokoknya. Maba bisa mengikuti di dalam rumah yang ber-AC, semilir angin, dan tidak tersengat teriknya panas matahari.Â
Zamanku (ceileee..., berasa tua banget, hehehe...), berjemur di bawah panas matahari dalam kurun waktu yang lama, sudah menjadi kewajiban. Berdiri upacara, dipanggang hingga berwarna hitam legam, itu sangat melelahkan. Banyak dari temanku yang kala itu datang dengan kulit putih bersih, menjadi lebih eksotis dan bercorak belang.
Tidak ada kekerasan fisik
Ospek virtual tidak memungkinkan terjadi kekerasan fisik. Bagaimana ceritanya, lha wong ketemuan hanya di dunia maya? Ketika zamanku, kebetulan aku tidak merasakan kekerasan fisik. Bersyukur.
Tapi mungkin, sebagian dari Anda ada yang mengalaminya. Tidak menjadi rahasia juga, bahwa kekerasan fisik pernah mewarnai hitam kelamnya masa pengenalan mahasiswa terhadap kampus ini.
Tidak menghabiskan tenaga ekstra
Tidak ada mobilitas yang signifikan terjadi selama ospek virtual. Mereka hanya diwajibkan terlihat di depan gawai, entah berdiri atau duduk. Tentu, tidak boleh memasang mode gambar ya selama ospek, hehehe.... Tambah emosi lagi senior itu nanti.
Di zamanku, dan sebagian Anda, ospek kental dengan seringnya mobilitas di lapangan. Berlarian, mengejar tugas, belum lagi dihukum. Kendati bukan kekerasan fisik, tetapi sangat melelahkan fisik. Iya, kita harus makan dulu sebelum ospek, biar kuat menghadapinya.
Auranya tidak lebih mengerikan
Ospek virtual tidak bisa memfasilitasi ini. Apa yang kumaksud? Tidak akan terjadi seorang maba dikelilingi banyak senior. Secara virtual, yang tampil di layar hanya satu per satu, bergantian. Keterbatasan fasilitas meeting merupakan sebuah keuntungan.Â
Ketika ospek di lapangan, wah itu, dikelilingi sekumpulan senior merupakan pemandangan biasa. Mungkin, tidak semua membentak, tetapi semua serempak menunjukkan wajah galak. Mengerikan engga itu?
Kalau masalah tugas, sepertinya tak ada beda antara ospek di lapangan dengan virtual. Semua sama beratnya, dan tentu ada unsur mendidik di dalamnya. Kerja sama kelompok, menambah wawasan, meningkatkan kemampuan menulis, dan lainnya. Yang lebih utama, pasti harus berhasil mengenal kampusnya dong, hehehe...
Jadi, buat Anda, maba yang mengalami ospek virtual, jangan cengeng, tetap semangat. Penderitaan kalian tidak seberapa dibanding aku dan mahasiswa angkatan jadul lainnya, hehehe...
Buat Anda, pembaca biasa, terima kasih telah meluangkan waktu membaca tulisan ringan ini.
...
Jakarta,
17 September 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H