menulis sudah satu paket. Dari membaca, kita beroleh ide untuk menulis. Tulisan juga dibuat untuk dibaca, bukan? Mereka dua sejoli yang tak lekang oleh waktu, tak bisa dipisahkan.
Membaca danMembaca sekarang mudah, tak perlu dibatasi dengan harus adanya buku. Di era serba digital, bacaan tipe berita, fiksi, ilmu pengetahuan, bahkan info terbaru publik figur, semua bisa dinikmati di genggaman tangan, lewat gawai dan tanpa kertas. Catatan, harus ada gawainya dulu ya, hehehe...
Dengan kemudahan tersebut, kita punya banyak kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan menjelajah dunia melalui membaca. Tetapi kembali lagi, tergantung kitanya, mau tidak membaca.
Dari beragam artikel populer yang tersedia di berbagai media, aku menemukan keasyikan tersendiri ketika membaca artikel yang berbicara. Bukan berbicara secara verbal, melainkan tulisan. Bukan pula berbicara sendirian (monolog), melainkan dialog. Apa cirinya? Gampang ditemui.
Kata ganti orang kedua
Artikel yang mengajak ngobrol pembaca, pasti menggunakan kata ganti orang kedua untuk menyapa. Semisal, kamu, kalian (jumlah banyak), dan dikau dan engkau (kalau bernuansa sedikit puitis). Bila mau yang lebih sopan, bisa menggunakan Anda atau Saudara.
Kalimat obrolan
Bagaimana dengan Anda? Anda mengalaminya juga, bukan?
Di atas salah satu contoh kalimat obrolan, berbicara dengan pembaca. Rata-rata berbentuk pertanyaan, menanyakan situasi yang sedang diceritakan di tulisan, dialami tidak oleh pembaca. Jawabannya bisa ditulis pembaca melalui kolom komentar yang ada (bila tersedia).
Selayaknya obrolan, yang cenderung diharapkan santai, kalimat biasanya berbentuk tidak baku. Tak jarang pula dilengkapi dengan tanda gelak tawa, seperti hehehe... wkakaka..., dan sebagainya.
Lalu, apa keasyikannya bagiku atau mungkin sebagian Anda, dari membaca tulisan tipe obrolan ini?
Menyapa adalah bentuk menghargai
Pernah tidak kita merasa diri sebagai obat nyamuk, ketika hadir di sebuah pertemuan tetapi tidak disapa oleh tuan rumah? Hehehe... Tentunya kita senang bila diri ini disapa. Sekadar bertanya bagaimana kabar, itu sudah memanusiakan. Basa-basi yang bisa menghangatkan.
Selain itu, menyapa pembaca juga bisa diartikan sebagai bentuk terima kasih dan penghargaan atas waktu yang telah diluangkan untuk membaca tulisan kita.Â
Serasa dekat
Ciee-ciee, membaca harus pakai perasaan? Wkakaka... Kita memang tidak mengenal siapa pembaca, tetapi hubungan dekat itu bisa dijalin dengan kalimat obrolan. Apalagi, bila yang dituliskan adalah kisah yang kebanyakan orang pernah alami.
Dengan mengobrol, pembaca akan merasa diajak untuk masuk ke dalam situasi yang sedang diceritakan di tulisan. Bila terlanjur dekat, pembaca pun rela membaca seluruh kata dalam tulisan.
Mencairkan suasana
Ini bagian yang penting. Adakalanya ketika materi tulisan sangat serius, sebaris kalimat sapaan yang mungkin terdengar "receh", efektif meningkatkan mood membaca di tengah kepenatan berpikir untuk memahaminya.Â
Apalagi bila tulisan menggunakan kosakata dewa, bahasa langitan yang sulit dimengerti, ini sangat menolong. Aku sebagai pembaca, merasakannya. Kendati hanya sebaris, efeknya luar biasa. Banyak pula yang mengundang gelak tawa. Hehehe....
Kembali lagi, setiap penulis pasti memiliki gaya penulisan masing-masing. Itu tak bisa kita atur dan aku tak juga memaksakannya. Namun, sebagai seorang pembaca, diajak berbicara itu rasanya menyenangkan, hehehe....
...
Jakarta,
12 September 2020
Sang Babu Rakyat.