Sedikit urun rembug terkait polemik penyiaran yang sedang mencuat di publik, aku akan membahas dari segi penonton.
Di rumahku di kampung sana, televisi (tv) hanya satu. Dulu punya dua, satu tv tabung, sisanya LED. Si tabung ini, karena dimakan usia, selesai pula eksistensinya.
Ketika sekeluarga berkumpul, ada mama, aku, dan ketiga kakakku, tv ditonton bersama-sama. Sebetulnya, tidak semua mata ingin menonton sih, hanya saja berusaha menonton, agar ada materi pembicaraan seputar tv yang bisa menghangatkan suasana kekeluargaan.
Kalau mama berujar "Jahat kali itu orang (baca:pemain sinetron)", nah, saya kan jadi bisa menanggapi, karena "ikutan" menonton. Setidaknya, obrolan jadi nyambung deh. Hehehe...
Di satu sisi, kakakku lebih tertarik menonton via smartphone-nya. Kemenakan asyik dengan laptopnya. Semua memiliki hak masing-masing, yang penting liburan di kampung tetap asyik dan nyaman.
Aku pribadi, nonton tv sangat jarang. Bisa dihitung dengan jari. Ada dua siaran yang mayoritas kutonton. Satu berita, satu lagi siaran luar tentang alam, tumbuhan, dan binatang. Discovery Channel, semisal. Selebihnya, hanya sebagai pajangan.
Mungkin, sebagian dari Anda ada yang memiliki tingkat ketertarikan rendah sama denganku. Atau bahkan, ada yang tidak menonton tv sama sekali saat ini. Kembali lagi, itu hak masing-masing.
Ya, kuakui aku lebih tertarik dengan hiburan dari media sosial. Itu lebih banyak unggul dibanding tv.
Suka-suka Waktu vs Terjadwal
Media sosialnya kita ambil contoh Youtube ya. Dalam 24 jam sehari, pasti ada kegiatan yang terjadwal dan harus dilalui. Semisal, bekerja dari pagi hingga sore, bersih-bersih rumah, dan sebagainya.
Di saat itu, tentu kita tidak perlu hiburan, karena fokus menyelesaikannya. Nah, ketika ada siaran yang disukai tetapi bertepatan dengan jam kerja, itu tetap bisa dinikmati di media sosial, bukan tv. Ini tidak menampik kenyataan bahwa ada fasilitas record atau merekam siaran di tv tertentu. Secara umum, yang klasik tidak bisa.
Bervariasi vs Tertentu
Aku tidak bisa menghitung berapa jumlah sajian hiburan di youtube. Beribu, beratus ribu, berjuta, aku tidak tahu. Yang pasti, sedikit berani kusimpulkan, jumlahnya lebih banyak daripada sajian di tv.
Di tv klasik, kita hitung saja. Semisal, ada 15 saluran nasional. Taruhlah, rata-rata setiap sajian berdurasi satu jam. Berarti dalam sehari, ada 360 sajian (15 saluran X 1 jam X 24 jam). Catatan, tidak termasuk iklan ya. Coba bandingkan dengan youtube. Sudahlah, Anda pasti bisa menjawabnya.
Bisa Pribadi vs Berebutan
Ceritaku di atas adalah contoh kasusnya. Ketika di rumah tangga hanya ada satu tv, maka hiburan hanya bisa dinikmati secara bergantian, bahkan berebutan. Baku bicara pun sering terjadi, sekadar untuk berpindah saluran.
"Ganti dulu salurannya, mumpung promosi itu."
Lain cerita dengan media sosial. Semua bisa terpuaskan terhibur, karena tak terganggu dengan minimnya fasilitas. Masing-masing bisa sebebas-bebasnya asyik menikmati hiburan di smartphone-nya.
Bisa Nirkabel vs Harus Pakai Listrik (TV Klasik)
Kepraktisan nirkabel juga menjadi keunggulan menikmati hiburan melalui media sosial di smartphone. Keperluan colok listrik hanya ketika baterai habis. Beda dengan tv. Setiap saat perlu dicolok untuk menyalakannya.Â
Ketika mati lampu, sepilah sudah. Sementara, hiburan di smartphone masih bisa tetap jalan.Â
Di Mana Saja vs Di Ruangan
Masih dibanding tv klasik, smartphone yang nirkabel tentu praktis dibawa kemana-mana. Gag lucu juga kan kalau harus bawa tv kemana-mana, sekadar untuk menonton hiburan?
Bisa Dipercepat atau Dilewati vs Setia Menunggu dengan Sabar
Hiburan di youtube bisa kita atur ritmenya. Bisa langsung dari awal sampai akhir, hanya di tengah sesi, ataupun di menit-menit tertentu yang mengundang perhatian atau menjadi inti hiburan.
Di tv? Hil yang mustahal. Harus setia bersabar menikmati lengkap dengan iklan-iklannya. Terkadang pula, iklan lebih lama dari sajian utamanya.Â
Seru dengan Komentar vs Sepi karena Sendirian
Habis menonton hiburan, lebih klimaks pula kebahagiaan bila bisa melihat tanggapan penonton. Ini terfasilitasi dalam kolom komentar di Youtube. Kita bisa melihat tanggapan beragam bahkan tak jarang mengundang gelak tawa setelah membacanya.Â
Di tv? Boro-boro ngelihat tanggapan, nonton aja sendirian. Paling banter, kita sendiri yang ngomel-ngomel monolog, hehe...
Itulah kira-kira yang membuatku lebih tertarik menonton konten hiburan di media sosial. Bahkan sekarang, tak punya tv pun serasa tak ada yang kurang. Semua sudah terpuaskan oleh media sosial di smartphone.
Akhirnya, penonton adalah raja. Siapapun berhak menentukan apa yang hendak ditonton.Â
Semakin praktis dan menarik, tentunya semakin ditonton. Bila tetap "klasik", pasti kurang asyik.
...
Jakarta,
1 September 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H